Minggu, 19 Februari 2017

Akad Qardh dan Hawalah dalam Bank Syariah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Dengan demikian Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap. diantaranya, bermuamalah kepada sesama manusia . Di antara muamalat  yang telah diterapkan kepada kita ialah al-Qardh dan al-Hawalah.
Hutang piutang (Qardh) adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia, hubungan manusia dengan manusia termasuk  juga mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang (Qardh) yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang (Qardh) ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Al-Hiwalah merupakan sistem yang unik, yang sesuai untuk diadaptasikan kepada manusia. Hal ini karena al-Hiwalah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Al-Hiwalah sering berlaku dalam permasalahan hutang piutang. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan masalah  hutang piutang dalam muamalah adalah al Hiwalah.
Al Hiwalah bukan saja digunakan untuk menyelesaikan masalah hutang piutang,akan tetapi bisa juga digunakan  sebagai pemindah dana dari individu kepada individu yang lain atau syarikat dan firma. sebagai mana telah digunakan oleh sebagian sistem perbankan.
Dalam hal ini penulis berkesempatan untuk mengkaji tentang al-Qardh dan al-Hiwalah yang berkaitan dengan  definisi, dalil yang berkaitan, rukun dan syarat. Penulis juga akan membicarakan mengenai aplikasi al-Qardh dan al-Hiwalah di dalam sistem perbankan dan hal lain yang berkaitan dengan Qardh dan Hiwalah.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Qardh?
b.      Apa saja landasan syariah Qardh?
c.       Apa saja Rukun dan Syarat Qardh?
d.      Bagamana hukum tentang Qardh?
e.       Bagaimana aplikasi Qardh dalam perbankan?
f.       Darimana sumber dana Qardh?
g.      Kapan berakhirnya Qardh?
h.      Apa saja manfaat Qardh?
i.        Apa yang dimaksud dengan Hawalah?
j.        Apa saja landasan hukum Hawalah?
k.      Apa saja Rukun dan Syarat Hawalah?
l.        Kapan berakhirnya akad Hawalah?
m.    Bagaimana aplikasi akad Hawalah di LKS?
n.      Apa saja akad Hawalah yang dilarang?
o.      Apa saja manfaat Hawalah?
C.    Tujuan
Tujuan penilisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang akad Qardh dan Hawalah, rukun dan syarat, landasan hukum dan praktik/aplikasi Qardh dan Hawalah dalam lembaga keuangan syariah dan hal lain yang mengenia Qardh dan Hawalah.Dan penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok Fiqh Muamalah yang telah diberikan kepada kelompok kami.

D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat makalah ini adalah metode literatur atau studi pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnalcetakdan online serta blog.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qardh
Qardh dilihat dari maknanya identik dengan akad jual beli. Secara bahasa Qardh berarti bagian, bagian harta yang diberikan kepada orang lain. Secara istilah, Qardh merupakan akad peminjaman harta kepada orang lain dengan adanya pengembalian semisalnya.[1] Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.[2] Al-Qardh adalah sebuah dana kebajikan yang diberikan untuk dan atas nama kebajikan, sehingga bila penerima dana al-Qardh ini tidak bisa mengembalikan dananya, maka pemberi dana bisa menjadwal ulang pengembalian dana tersebut.[3]
Selain itu ada juga yang mendefisikan bahwa Qardh menurut istilah memberikan harta kepada seseorang atas dasar belas-kasihan dan dia akan mengembalikan gantinya setelah menggunakannya.[4] Menurut hanafiyah, qardh merupakan akad khusus pemberian harta mistli kepada orang lain dengan adanya kewajiban pengembalian semisalnya. Jadi Al-qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang memberikan pinjaman yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnta setelah jangka waktu tertentu. [5]


B.     Landasan Syariah
Akad al-qardh diperbolehkan secara syar’i dengan landasan al-qur’an, hadist atau ijma’ ulama. Diantaranya :
a.       Al-Hadiid 57 (11) “ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”.[6]
b.      Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya nabi bersabda: “ Seseorang muslim yang mau memberikan pinjaman dua kali kepada sesama muslim, maka ibaratnya ia telah bersedah satu kali” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).[7]
c.       Hadits dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw bersabda: “Pada malam aku di-israkan, aku melihay pada sebuah pintu surga tertulis ‘sedekah akan dibalas 10 kali lipat dan hutang akan dibalas 18 kali lipat’. Lalu aku bertanya, “wahai Jibril mengapa menghutangi lebih utama dari sedekah?” ia menjawab, “karena meskipun pengemis meminta-minta, namun masi memiliki harta, sedangkan orang yang berhutang pasti karena ia sangat membutuhkan.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).[8]
d.      Ulama sepakat atas kesahhan akad qardh. Akad ini disunnahkan bagi orang yang memberi pinjaman, dan diperbolehkan bagi peminjam dengan dasar hadist di atas, serta landasan hadits dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi bersabda: “Orang yang bmelepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat dan Allah senantiasa menolong hamba-hamba-Nya semala ia suka menolong saudaranya” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi).[9]
Al-qardh juga diatur dalam ketentuan fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 (untuk Lembaga Keuangan Syariah ) yang menyebutkan bahwa:
Pertama: Ketentuan Umum al-qardh
1.      Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid) yangmemerlukan.
2.      Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3.      Biaya adminstrasi dibebankan kepada nasabah
4.      LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.      Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.      Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat :
·         Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
·         Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Kedua: Sanksi
1.      Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.      Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa penjualan barang jaminan.
3.      Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.

Ketiga: Sumber Dana
Dana al-qardh dapat bersumber dari:
1.      Bagian modal LKS
2.      Keuntungan LKS yang disisihkan, dan
3.      Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS.
Keempat:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

C.    Rukun dan Syarat Qardh
Rukun dalam akad Qardh ada empat yaitu[10] :
1.      Sighat (ijab qabul/serah terima), bisa menggunakan lafal qardh atau tulisan tergantung kesepakatan antara peminjam dan si pemberu pinjaman.
2.      Objek akad/ Muqtarad (barang yang dipinjamkan). Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa diperbolehkan melakukan Qardh atas semua benda yang bisa dijadikan objek akad salam , baik itu barang yang ditakar dan ditimbang seperti emas, perak, dan makanan. Dan barangnya bersifat mistly (ada serupa dipasaran).
3.      Pelaku akad, yang terdiri dari pemberi pinjaman (Muqrid) dan penerima pinjaman (Muqtarid)
Syarat untuk pemberi pinjaman (Muqrid) :
·         Ahliyat at-Tabarru’ (layak bersosialisasi). Orang yang mempunyai hak atau kecakapan dalam menggunakan hartanya secara mutlaq menurut syariat.
·         Ikhtiyar (tanpa ada paksaaan). Dalam memberikan hutang harus berdasarkan kehendaknya sendiri tidak ada paksaan dan intervensi dari pihak lain.
Syarat untuk pihak yang meminjam (Muqtarid)
·         Haruslah orang yang ahliyah mu’amalah. Maksudnya ia sudah baligh, berakal waras.
4.      Tujuan yaitu iwadh berupa pinjaman tanpa imbalan.[11]
D.    Seputar Hukum Qardh
Qardh yang mendatangkan keuntungan menurut Mazhab Hanafi dalam pendapatnya yang kuat (rajih) menyatakan bahwa Qardh yang mendatangkan keuntungan hukumnya haram, jika keuntungan disyaratkan sebelumnya. Jika belum disyaratkan sebelumnya dan bukan tradisi yang berlaku maka tidak mengapa. Para ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidaklah sah akad Qardh yang mendatangkan keuntungan karena ia adalah riba. Dan haram hukumnya mengambil dari harta pinjaman. Begitu juga hadiah dari peminjam adalah haram bagi pemilik harta jika tujuannya untuk penundaan pembayaran utang, padahal sebelumnya tidak ada kebiasaan memberikan hadiah.[12]
E.     Aplikasi Akad Qardh dalam Perbankan
Akad qardh biasanya diterapkan sebagai berikut[13] :
1.      Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebuut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
2.      Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
3.      Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Untuk kasus ini digunakan suatu produk khusu yaitu al-qardh al-hasan.
4.      Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.[14]
F.     Sumber Dana
Sifat al-qardh tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaann qardh dapat diambil menurut kategori berikut[15] :
1.      Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat  dan berjangka pendek. Talanggan dana tersebut dapat diambilkan dari modal.
2.      Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial dapat bersumber dari dana zakat, infak dan sedekah.

G.    Berakhirnya Akad Qardh
Beberapa hal yang dapat menyebabkan berakhirnya sebuah akad qardh, diantaranya :
1.      Telah jatuh tempo atau berakhirnya masa berlaku akad yang telah disepakati,
2.      Terealisasinya tujuan daripada akad secara sempurna
3.      Barakhirnya akad karena fasakh atau digugurkan oleh pihak-pihak yang berakad


H.    Manfaat al-Qardh
1.      memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
2.      Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.
3.      Adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
I.       Pengertian Hawalah
Kata hiwalah fiambil dari kata tahwil yang berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud disini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil) menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal alaih).[17] Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga pengalihan hutang atau lembaga pelepasan hutang atau penjualan hutang atau lembaga pengganti kreditor atau penggantian debitor.[18]
Hawalah disyari’atkan untuk memberikan kemudahan bagi hamba-hambaNya dalam kehidupan muamalah. Melalui akad hawalah, memungkinkan seseorang yang mengalami kesulitan untuk mengalihkan sesuatu yang masih menjadi tanggungannya (hutang) kepada pihak lain.[19]
J.      Landasan Hukum
Hawalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma
a.       Sunnah
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan, jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hawalah itu”.[20]
b.      Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu harus pada uang atau kewajiban finansial.[21]
K.    Rukun dan Syarat Hawalah
a.       Rukun Hiwalah
Menurut mazhab hanafi, rukun hiwalah hanya ijab dari pihak pertama dan qabul dari pihak kedua dan ketiga.
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, rukun hiwalah ntara lain[22] :
1.      Pihak pertama, muhil yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang.
2.      Pihak kedua, muhal atau muhtal yakni orang yang berpiutang kepada muhil.
3.      Pihak ketiga muhal ‘alaihi yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal.
4.      Ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, yakni hutang muhil kepada muhtal.
5.      Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama yakni utang muhal ‘alaih kepada muhil.
6.      Ada sighat (pernyataan hiwalah)

b.      Syarat-syarat Hiwalah
1.      Syarat Muhil (Pemindah Hutang)
·         Berkemampuan untuk melakukan akad. Hal ini hanya dimiliki mereka yang baligh dan berakal.
·         Kerelaan Muhil.
·         Menurut ulama hanafiah, Malikiah dan Syafi’iah berpendapat kerelaan muhal adalah wajib dalam hiwalah karena hutang yang dipindahkan adalah haknya. Hanabilah berpendapat bahwa jika muhal ‘alaih itu mampu membayar tanpa menunda-nunda dan tidak membangkang, muhal wajib menerima pemindahan itu.[23]
·         Abu hanifah, syarih dan utsman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya.[24]
2.      Syarat Muhal
·         Ia haris memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak.
·         Kerelaan dari muhal karena tidak sah jika itu dipaksakan.
·         Penerima penawaran hendaklah berlaku dan majlis aqad. Ini adalah syarat berakaq.
3.      Syarat Muhal Alaih
·         Berakal dan baligh
·         Kerelaan dari Muhal Alaih
4.      Syarat Muhal Bih (Hutang)[25]
·         Ia hendaknya hutang yang berlaku pada mepiutang dan pemindah hutang. Sekiranya itu bukan hutang, kedudukan aqadnya menjadi perwakilan.
·         Hutang tersebut bersifat bisa dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.


L.     Berakhirnya Akad Hiwalah
Akad hiwalah akan berakhir oleh hal-hal berikut[26] :
1.      Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hiwalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir atau difasakh. Dalam keadaan ini hak penagih dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
2.      Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya akad hiwalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
3.      Jika Muhal Alaih telah melaksankan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
4.      Jika Muhal menghibahkan atau menyedahkan harta hiwalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
5.      Jika muhal menghapus bukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal Alaih.

M.   Aplikasi Hiwalah di Lembaga Keuangan Syari’ah
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut[27] :
1.      Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada Bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2.      Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juruh tagih, tanpa membayarkan terlebih dahulu piutang tersebut.
3.      Bill discounting, dalam hal ini nasabah harus membayar fee sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah



N.    Akad Hiwalah yang Dilarang
Ada beberapa bentuk akad hiwalah yang melanggar aturan syariat yang biasa terjadi[28] :
1.      Menjual utang tak tertagih.
Biasanya jual beli utang dilakukan dengan nilai yang lebih rendah dari nilai utang yang tak tertagih. Ini dilarang karena jelas riba karena dalam akad murabahah (jual beli) harus ada objek (barang atau jasa) yang diperjualbelikan, sedangkan  dalam hal ini, yang diperjual belikan adalah piutang. Padahal piutang tidak boleh  dijadikan objek yang bisa mendatangkan manfaat. Rasulullah saw bersabda : “dilarang (tidak boleh) melakukan transaksi salaf bersamaan dxengan transaksi jual beli” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah). Salaf disini maksudnya adalah piutang.
2.      Menjual giro
Menjual giro sering dilakukan ketika seseorang membutuhkan uang yang bisa didapatkan segera sebelum tanggal pencairan giro. Dia menjual giro itu dibawah nilai yang tertera dalam giro tersebut.

O.    Manfaat Hawalah
Akad hawalah dapat memberikan beberapa manfaat dan keuntungan, diantaranya[29] :
1.      Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan.
2.      Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
3.      Dapat menjadi salah satu fee-based income atau sumber pendapatan nonpembiayaan bagi bank syariah.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan diatas oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pengertian secara bahasa:memotong, secara syara’ adalah memberikan harta kepada orang yang mengambil manfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan gantinya. Qardh adalah suatu akad antara dua pihak, dimana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara dua pihak dalam jangka waktu tertentu.
2.      Landasan Hukum: al-Qur’an surat Al-Hadiid 57 (11) , al-Sunnah HR. Ibnu Majah, Ijma’ para Ulama dan diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 (untuk Lembaga Keuangan Syariah)
3.       Rukun Qardh antara lain : sighat (ijab dan qabul), Objek akad/ Muqtarad, pelaku akad yang terdiri dari pemberi pinjaman ( Muqrid) dan penerima pinjaman (Muqtarid).
4.      Pelaksanaannya:adanya tambahan itu haram bila disyaratkan, hukum ketetapannya setelah terjadi penyerahan, tembat membayar ialah ketika terjadinya akad tersebut, ketika jatuh tempo diwajibkan untuk segera dibayar jika mampu dan sebaliknya, jaminan diperlukan guna kepercayaan yang berpiutang dan yang berutang, tidak adanya khiyar dan dilarang untuk ditangguhkan pembayarannya untuk waktu tertentu.
5.      Praktik dalam perbankannya diantaranya sebagai dana talang untuk jangka waktu singkat, maka nasabah akan mengembalikannya dengan cepat, sebagai fasilitas untuk memperoleh dana cepat karena nasaba tidak bisa menarik dananya, misalnya karena tersimpat dalam deposito, sebagai fasilitas membantu usaha kecil atau sosial.
6.      Sumber dananya untuk ak-qardh berasal dari modal bank. Sedangkan untul al-qardh al-hasan berasal dari zakat, infak, dan sedekah.
7.      Akad Qardh dapat berakhir karena telah jatuh tempo akadnya, terealisasinya tujuan akad, dan adanya fasakh.
8.      Manfaat aqad al-qardh adalah membantu nasabh yang membutuhkan dana cepat, alqardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pemberi antara bank syariah dan bank konvensionalyang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial, meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
9.      Al hawalah secara etimologi berarti pindah, seperti kita mengatakan pindah dari perjanjian. Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
10.  Dasar hukum diperbolehkannya hiwalah adalah : sunnah, Ijma’, FATWA DSN NO, 12/ DSN – MUI/ 1V/2000
11.  Rukun hiwalah menurut mazhab Maili, Syafi’i dan Hambali : pihak pertama (muhil), pihak kedua (muhal), pihak ketiga (muhal ‘alaih), ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama, ada sighat (Ijab dan Qabul)
12.  Syarat hiwalah : untuk subjek haruslah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan akad (baligh. Berakal, tidak mabuk serta tidak dalam paksaan)
13.  Berakhirnya akad hiwalah : dibatalkan atau fasakh, hilangnya hak muhal alaih karena meninggal atau bangkrut,  muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada muhal, muhal menghibahkan harta hiwalah kepada muhal alaih, dan muhal menghapus kewajiban hutang kepada muhal alaih
14.  Aplikasi hiwalah di lembaga keuangan syariah : factoring, post-dated check dan bill discounting
15.  Beberapa akad hiwalah yang dilarang : menjual utang tak tertagih dan menjual giro
16.  Manfaat hawalah : dapat menyelesaikan utang secara cepat, tersedianya talangan dana, dan dapat menjadi salah satu pendapatan nonpembiayaan bagi bank syariah.


B.     Saran
Penulis berharap pembaca dapat mengerti dan memanfaatkan informasi yang ada makalah ini untuk bekal karier di masa depan.
Penulis sadar bahwa dalam menyusun makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah  ini. Penulis mohon maaf jika didalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan terdapat pula kata-kata yang tidak pantas.

























[1] Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[2]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL ADZKIYA vol 1. no2 (2013). Hlm 6
[3]Hadi, Syamsul, and Widyarini Widyarini. "Dana Talangan Haji (Fatwa DSN dan Praktek di LKS)." Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum. Vol 45. No 2 (2011). Hlm 1486
[4] Al-Subaily. Yusuf, Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya dalam Ekonomi Moden, E-book. Hlm 47
[5] Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[6]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL ADZKIYA vol 1. no2 (2013). Hlm 7
[7] Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[8] Ibid. Hlm 255
[9] Ibid. Hlm 225
[10]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL ADZKIYA 1.2 (2013).Hlm 7
[11]Ibid. Hlm 7
[12]Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 255-256
[13]Antonio, Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001. Hlm 133
[14] Heri, Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia: Yogyakarta. 2007. Hlm 83
[15]Antonio, Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001. Hlm 133
[16] Ibid. Hlm 134
[17] Sabiq, Sayyid. FIKIH SUNNAH. Pustaka Percetakan Offset:Bandung. 1998. Hlm 42
[18] Heri, Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia: Yogyakarta. 2007. Hlm 80
[19] Nugroho, Ani, and Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya. "HUKUM PERJANJIAN SYARIAH DAN PENERAPANNYA DALAM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. Jilid 8, No 2, September  2013. Hlm 101
[20] Antonio, Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001. Hlm 126
[21] Ibid. Hlm 127
[22]Nizaruddin, Nizaruddin. "HIWALAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH." JURNAL ADZKIYA vol 1. No 2 (2013).

[23]Ibid. Hlm

[24] Ibid. Hlm
[25]Ibid. Hlm
[26] Ibid. Hlm
[27] Antonio, Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001. Hlm 127
[28]Nizaruddin, Nizaruddin. "HIWALAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH." JURNAL ADZKIYA vol 1. No 2 (2013).

[29]Antonio, Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001. Hlm 127