BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Dengan demikian
Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap.
diantaranya, bermuamalah kepada sesama manusia . Di antara muamalat yang
telah diterapkan kepada kita ialah al-Qardh dan al-Hawalah.
Hutang piutang (Qardh) adalah perkara yang tidak
bisa dipisahkan dalam
interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu
penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan
jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam
sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia, hubungan
manusia dengan manusia termasuk juga
mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang (Qardh) yang
ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang
sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak
telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan
konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang
(Qardh) ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa
melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Al-Hiwalah merupakan sistem yang unik, yang sesuai
untuk diadaptasikan kepada manusia. Hal ini karena al-Hiwalah sangat erat
hubungannya dengan kehidupan manusia. Al-Hiwalah sering berlaku dalam
permasalahan hutang piutang. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan
masalah hutang piutang dalam muamalah adalah al Hiwalah.
Al Hiwalah bukan saja digunakan
untuk menyelesaikan masalah hutang piutang,akan tetapi bisa juga
digunakan sebagai pemindah dana dari individu kepada individu yang lain
atau syarikat dan firma. sebagai mana telah digunakan oleh sebagian sistem
perbankan.
Dalam hal ini penulis berkesempatan untuk mengkaji
tentang al-Qardh dan al-Hiwalah yang berkaitan dengan definisi, dalil
yang berkaitan, rukun dan syarat. Penulis juga akan membicarakan mengenai
aplikasi al-Qardh dan al-Hiwalah di dalam sistem perbankan dan hal lain yang
berkaitan dengan Qardh dan Hiwalah.
B.
Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Qardh?
b. Apa saja landasan syariah Qardh?
c. Apa saja Rukun dan Syarat Qardh?
d. Bagamana hukum tentang Qardh?
e. Bagaimana aplikasi Qardh dalam perbankan?
f. Darimana sumber dana Qardh?
g. Kapan berakhirnya Qardh?
h. Apa saja manfaat Qardh?
i.
Apa yang
dimaksud dengan Hawalah?
j.
Apa saja
landasan hukum Hawalah?
k. Apa saja Rukun dan Syarat Hawalah?
l.
Kapan
berakhirnya akad Hawalah?
m. Bagaimana aplikasi akad Hawalah di LKS?
n. Apa saja akad Hawalah yang dilarang?
o. Apa saja manfaat Hawalah?
C.
Tujuan
Tujuan penilisan makalah ini adalah untuk mengetahui
tentang akad Qardh dan Hawalah, rukun dan syarat, landasan hukum dan
praktik/aplikasi Qardh dan Hawalah dalam lembaga keuangan syariah dan hal lain
yang mengenia Qardh dan Hawalah.Dan penulisan makalah ini juga bertujuan untuk
memenuhi tugas kelompok Fiqh Muamalah yang telah diberikan kepada kelompok
kami.
D.
Metode
Penulisan
Metode yang
digunakan oleh penulis dalam membuat makalah ini adalah metode literatur atau
studi pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnalcetakdan online serta blog.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qardh
Qardh dilihat
dari maknanya identik dengan akad jual beli. Secara bahasa Qardh berarti
bagian, bagian harta yang diberikan kepada orang lain. Secara istilah, Qardh
merupakan akad peminjaman harta kepada orang lain dengan adanya pengembalian
semisalnya.[1]
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali.[2]
Al-Qardh adalah sebuah dana kebajikan yang diberikan untuk dan atas nama
kebajikan, sehingga bila penerima dana al-Qardh ini tidak bisa mengembalikan
dananya, maka pemberi dana bisa menjadwal ulang pengembalian dana tersebut.[3]
Selain itu ada
juga yang mendefisikan bahwa Qardh menurut istilah memberikan harta kepada
seseorang atas dasar belas-kasihan dan dia akan mengembalikan gantinya setelah
menggunakannya.[4]
Menurut hanafiyah, qardh merupakan akad khusus pemberian harta mistli kepada
orang lain dengan adanya kewajiban pengembalian semisalnya. Jadi Al-qardh
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang
memberikan pinjaman yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnta setelah jangka
waktu tertentu. [5]
B.
Landasan Syariah
Akad al-qardh
diperbolehkan secara syar’i dengan landasan al-qur’an, hadist atau ijma’ ulama.
Diantaranya :
a.
Al-Hadiid 57 (11) “ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”.[6]
b.
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya nabi bersabda:
“ Seseorang muslim yang mau memberikan pinjaman dua kali kepada sesama muslim,
maka ibaratnya ia telah bersedah satu kali” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).[7]
c.
Hadits dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw
bersabda: “Pada malam aku di-israkan, aku melihay pada sebuah pintu surga
tertulis ‘sedekah akan dibalas 10 kali lipat dan hutang akan dibalas 18 kali
lipat’. Lalu aku bertanya, “wahai Jibril mengapa menghutangi lebih utama dari
sedekah?” ia menjawab, “karena meskipun pengemis meminta-minta, namun masi
memiliki harta, sedangkan orang yang berhutang pasti karena ia sangat
membutuhkan.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).[8]
d.
Ulama sepakat atas kesahhan akad qardh. Akad ini disunnahkan bagi
orang yang memberi pinjaman, dan diperbolehkan bagi peminjam dengan dasar
hadist di atas, serta landasan hadits dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi
bersabda: “Orang yang bmelepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia,
maka Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat dan Allah senantiasa
menolong hamba-hamba-Nya semala ia suka menolong saudaranya” (HR. Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi).[9]
Al-qardh juga diatur
dalam ketentuan fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 (untuk Lembaga Keuangan
Syariah ) yang menyebutkan bahwa:
Pertama: Ketentuan Umum al-qardh
1.
Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid) yangmemerlukan.
2.
Nasabah al-qardh wajib
mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati
bersama.
3.
Biaya adminstrasi dibebankan kepada nasabah
4.
LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.
Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.
Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat :
·
Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
·
Menghapus (write off)
sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua: Sanksi
1.
Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS
dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.
Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1
dapat berupa penjualan barang jaminan.
3.
Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi
kewajibannya secara penuh.
Dana al-qardh dapat bersumber dari:
1.
Bagian modal LKS
2.
Keuntungan LKS yang disisihkan, dan
3.
Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya
kepada LKS.
Keempat:
Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
C.
Rukun dan Syarat Qardh
1.
Sighat (ijab qabul/serah terima), bisa menggunakan lafal qardh atau
tulisan tergantung kesepakatan antara peminjam dan si pemberu pinjaman.
2.
Objek akad/ Muqtarad (barang yang dipinjamkan). Menurut Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa diperbolehkan melakukan Qardh atas
semua benda yang bisa dijadikan objek akad salam , baik itu barang yang
ditakar dan ditimbang seperti emas, perak, dan makanan. Dan barangnya bersifat mistly
(ada serupa dipasaran).
3.
Pelaku akad, yang terdiri dari pemberi pinjaman (Muqrid) dan
penerima pinjaman (Muqtarid)
Syarat untuk
pemberi pinjaman (Muqrid) :
·
Ahliyat at-Tabarru’ (layak
bersosialisasi). Orang yang mempunyai hak atau kecakapan dalam menggunakan
hartanya secara mutlaq menurut syariat.
·
Ikhtiyar (tanpa ada paksaaan). Dalam memberikan hutang harus
berdasarkan kehendaknya sendiri tidak ada paksaan dan intervensi dari pihak
lain.
Syarat untuk
pihak yang meminjam (Muqtarid)
·
Haruslah orang yang ahliyah mu’amalah. Maksudnya ia sudah baligh,
berakal waras.
4.
Tujuan yaitu iwadh berupa pinjaman tanpa imbalan.[11]
D.
Seputar Hukum Qardh
Qardh yang
mendatangkan keuntungan menurut Mazhab Hanafi dalam pendapatnya yang kuat (rajih)
menyatakan bahwa Qardh yang mendatangkan keuntungan hukumnya haram, jika
keuntungan disyaratkan sebelumnya. Jika belum disyaratkan sebelumnya dan bukan
tradisi yang berlaku maka tidak mengapa. Para ulama Malikiyah berpendapat bahwa
tidaklah sah akad Qardh yang mendatangkan keuntungan karena ia adalah riba. Dan
haram hukumnya mengambil dari harta pinjaman. Begitu juga hadiah dari peminjam
adalah haram bagi pemilik harta jika tujuannya untuk penundaan pembayaran
utang, padahal sebelumnya tidak ada kebiasaan memberikan hadiah.[12]
E.
Aplikasi Akad Qardh dalam Perbankan
Akad qardh
biasanya diterapkan sebagai berikut[13] :
1.
Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa
yang relatif pendek. Nasabah tersebuut akan mengembalikan secepatnya sejumlah
uang yang dipinjamnya itu.
2.
Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia
tidak bisa menarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
3.
Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau
membantu sektor sosial. Untuk kasus ini digunakan suatu produk khusu yaitu
al-qardh al-hasan.
4.
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.[14]
F.
Sumber Dana
Sifat al-qardh tidak
memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaann qardh dapat diambil
menurut kategori berikut[15] :
1.
Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara
cepat dan berjangka pendek. Talanggan
dana tersebut dapat diambilkan dari modal.
2.
Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan
keperluan sosial dapat bersumber dari dana zakat, infak dan sedekah.
G.
Berakhirnya Akad Qardh
Beberapa hal
yang dapat menyebabkan berakhirnya sebuah akad qardh, diantaranya :
1. Telah jatuh
tempo atau berakhirnya masa berlaku akad yang telah disepakati,
2. Terealisasinya
tujuan daripada akad secara sempurna
3. Barakhirnya
akad karena fasakh atau digugurkan oleh pihak-pihak yang berakad
H.
Manfaat al-Qardh
1.
memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk
mendapat talangan jangka pendek.
2.
Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara
bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial,
disamping misi komersial.
3.
Adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik
dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
I.
Pengertian Hawalah
Kata hiwalah
fiambil dari kata tahwil yang berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud
disini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil)
menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal alaih).[17]
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga pengalihan
hutang atau lembaga pelepasan hutang atau penjualan hutang atau lembaga
pengganti kreditor atau penggantian debitor.[18]
Hawalah
disyari’atkan untuk memberikan kemudahan bagi hamba-hambaNya dalam kehidupan
muamalah. Melalui akad hawalah, memungkinkan seseorang yang mengalami kesulitan
untuk mengalihkan sesuatu yang masih menjadi tanggungannya (hutang) kepada
pihak lain.[19]
J.
Landasan Hukum
Hawalah
dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma
a.
Sunnah
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw
bersabda: “menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.
Dan, jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang
mampu/kaya, terimalah hawalah itu”.[20]
b.
Ijma
Ulama
sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak
berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu
harus pada uang atau kewajiban finansial.[21]
K.
Rukun dan Syarat Hawalah
a.
Rukun Hiwalah
Menurut
mazhab hanafi, rukun hiwalah hanya ijab dari pihak pertama dan qabul dari pihak
kedua dan ketiga.
Menurut
mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, rukun hiwalah ntara lain[22] :
1.
Pihak pertama, muhil yakni orang yang berhutang dan sekaligus
berpiutang.
2.
Pihak kedua, muhal atau muhtal yakni orang yang berpiutang kepada
muhil.
3.
Pihak ketiga muhal ‘alaihi yakni orang yang berhutang kepada muhil
dan wajib membayar hutang kepada muhtal.
4.
Ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, yakni hutang muhil
kepada muhtal.
5.
Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama yakni utang muhal
‘alaih kepada muhil.
6.
Ada sighat (pernyataan hiwalah)
b.
Syarat-syarat Hiwalah
1.
Syarat Muhil (Pemindah Hutang)
·
Berkemampuan untuk melakukan akad. Hal ini hanya dimiliki mereka
yang baligh dan berakal.
·
Kerelaan Muhil.
·
Menurut ulama hanafiah, Malikiah dan Syafi’iah berpendapat kerelaan
muhal adalah wajib dalam hiwalah karena hutang yang dipindahkan adalah haknya.
Hanabilah berpendapat bahwa jika muhal ‘alaih itu mampu membayar tanpa
menunda-nunda dan tidak membangkang, muhal wajib menerima pemindahan itu.[23]
·
Abu hanifah, syarih dan utsman berpendapat bahwa dalam keadaan
muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang
menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya.[24]
2.
Syarat Muhal
·
Ia haris memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak.
·
Kerelaan dari muhal karena tidak sah jika itu dipaksakan.
·
Penerima penawaran hendaklah berlaku dan majlis aqad. Ini adalah
syarat berakaq.
3.
Syarat Muhal Alaih
·
Berakal dan baligh
·
Kerelaan dari Muhal Alaih
4.
Syarat Muhal Bih (Hutang)[25]
·
Ia hendaknya hutang yang berlaku pada mepiutang dan pemindah
hutang. Sekiranya itu bukan hutang, kedudukan aqadnya menjadi perwakilan.
·
Hutang tersebut bersifat bisa dihapuskan dengan pelunasan atau
penghapusan.
L.
Berakhirnya Akad Hiwalah
Akad hiwalah
akan berakhir oleh hal-hal berikut[26] :
1.
Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hiwalah belum
dilaksanakan sampai tahapan akhir atau difasakh. Dalam keadaan ini hak penagih
dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
2.
Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau
ia mengingkari adanya akad hiwalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan
bukti atau saksi.
3.
Jika Muhal Alaih telah melaksankan kewajibannya kepada Muhal. Ini
berarti hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
4.
Jika Muhal menghibahkan atau menyedahkan harta hiwalah kepada Muhal
Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
5.
Jika muhal menghapus bukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal
Alaih.
M.
Aplikasi Hiwalah di Lembaga Keuangan Syari’ah
Kontrak hawalah
dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut[27] :
1.
Factoring atau
anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga
memindahkan piutang tersebut kepada Bank, bank lalu membayar piutang tersebut
dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2.
Post-dated check, dimana
bank bertindak sebagai juruh tagih, tanpa membayarkan terlebih dahulu piutang
tersebut.
3.
Bill discounting, dalam
hal ini nasabah harus membayar fee sedangkan pembahasan fee tidak
didapati dalam kontrak hawalah
N.
Akad Hiwalah yang Dilarang
Ada beberapa
bentuk akad hiwalah yang melanggar aturan syariat yang biasa terjadi[28] :
1.
Menjual utang tak tertagih.
Biasanya jual
beli utang dilakukan dengan nilai yang lebih rendah dari nilai utang yang tak
tertagih. Ini dilarang karena jelas riba karena dalam akad murabahah (jual
beli) harus ada objek (barang atau jasa) yang diperjualbelikan, sedangkan dalam hal ini, yang diperjual belikan adalah
piutang. Padahal piutang tidak boleh
dijadikan objek yang bisa mendatangkan manfaat. Rasulullah saw bersabda
: “dilarang (tidak boleh) melakukan transaksi salaf bersamaan dxengan
transaksi jual beli” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Salaf disini maksudnya adalah piutang.
2.
Menjual giro
Menjual giro
sering dilakukan ketika seseorang membutuhkan uang yang bisa didapatkan segera
sebelum tanggal pencairan giro. Dia menjual giro itu dibawah nilai yang tertera
dalam giro tersebut.
O.
Manfaat Hawalah
Akad hawalah
dapat memberikan beberapa manfaat dan keuntungan, diantaranya[29] :
1.
Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan
simultan.
2.
Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
3.
Dapat menjadi salah satu fee-based income atau sumber
pendapatan nonpembiayaan bagi bank syariah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan diatas oleh penulis, dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Pengertian secara bahasa:memotong, secara syara’ adalah memberikan
harta kepada orang yang mengambil manfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan
gantinya. Qardh adalah suatu akad
antara dua pihak, dimana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak
kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus
dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara dua pihak dalam jangka waktu tertentu.
2.
Landasan Hukum: al-Qur’an surat Al-Hadiid 57 (11) , al-Sunnah HR.
Ibnu Majah, Ijma’ para Ulama dan diatur dalam Fatwa DSN MUI No.
19/DSN-MUI/IV/2001 (untuk Lembaga Keuangan Syariah)
3.
Rukun Qardh antara lain :
sighat (ijab dan qabul), Objek akad/ Muqtarad, pelaku akad yang terdiri dari
pemberi pinjaman ( Muqrid) dan penerima pinjaman (Muqtarid).
4.
Pelaksanaannya:adanya tambahan itu haram bila disyaratkan, hukum ketetapannya
setelah terjadi penyerahan, tembat membayar ialah ketika terjadinya akad
tersebut, ketika jatuh tempo diwajibkan untuk segera dibayar jika mampu dan
sebaliknya, jaminan diperlukan guna kepercayaan yang berpiutang dan yang
berutang, tidak adanya khiyar dan dilarang untuk ditangguhkan pembayarannya
untuk waktu tertentu.
5.
Praktik dalam perbankannya diantaranya sebagai dana talang untuk jangka
waktu singkat, maka nasabah akan mengembalikannya dengan cepat, sebagai
fasilitas untuk memperoleh dana cepat karena nasaba tidak bisa menarik dananya,
misalnya karena tersimpat dalam deposito, sebagai fasilitas membantu usaha
kecil atau sosial.
6.
Sumber dananya untuk ak-qardh berasal dari modal bank. Sedangkan untul
al-qardh al-hasan berasal dari zakat, infak, dan sedekah.
7.
Akad Qardh dapat berakhir karena telah jatuh tempo akadnya, terealisasinya
tujuan akad, dan adanya fasakh.
8.
Manfaat aqad al-qardh adalah membantu nasabh yang membutuhkan dana cepat,
alqardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pemberi antara bank syariah dan
bank konvensionalyang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi
komersial, meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat
terhadap bank syariah.
9. Al hawalah
secara etimologi berarti pindah, seperti kita mengatakan pindah dari
perjanjian. Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
10. Dasar hukum diperbolehkannya hiwalah adalah : sunnah,
Ijma’, FATWA DSN NO, 12/ DSN – MUI/ 1V/2000
11. Rukun hiwalah menurut mazhab Maili, Syafi’i dan
Hambali : pihak pertama (muhil), pihak kedua (muhal), pihak ketiga (muhal
‘alaih), ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, ada hutang pihak ketiga
kepada pihak pertama, ada sighat (Ijab dan Qabul)
12. Syarat hiwalah : untuk subjek haruslah seseorang yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan akad (baligh. Berakal, tidak mabuk serta
tidak dalam paksaan)
13. Berakhirnya akad hiwalah : dibatalkan atau fasakh,
hilangnya hak muhal alaih karena meninggal atau bangkrut, muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya
kepada muhal, muhal menghibahkan harta hiwalah kepada muhal alaih, dan muhal menghapus
kewajiban hutang kepada muhal alaih
14. Aplikasi hiwalah di lembaga keuangan syariah :
factoring, post-dated check dan bill discounting
15. Beberapa akad hiwalah yang dilarang : menjual utang
tak tertagih dan menjual giro
16. Manfaat hawalah : dapat menyelesaikan utang secara
cepat, tersedianya talangan dana, dan dapat menjadi salah satu pendapatan
nonpembiayaan bagi bank syariah.
B.
Saran
Penulis berharap pembaca dapat mengerti dan memanfaatkan informasi yang ada
makalah ini untuk bekal karier di masa depan.
Penulis sadar bahwa dalam menyusun
makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dari para pembaca
sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah
ini. Penulis mohon maaf jika didalam penulisan makalah ini terdapat
kekurangan dan terdapat pula kata-kata yang tidak pantas.
[1] Djuwaini,
Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[2]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN
MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL ADZKIYA vol 1. no2 (2013). Hlm 6
[3]Hadi, Syamsul, and Widyarini Widyarini. "Dana Talangan Haji (Fatwa DSN
dan Praktek di LKS)." Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum.
Vol 45. No 2 (2011). Hlm 1486
[4] Al-Subaily.
Yusuf, Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya dalam Ekonomi Moden, E-book. Hlm
47
[5] Djuwaini,
Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[6]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN
MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL ADZKIYA vol 1. no2 (2013). Hlm 7
[7] Djuwaini,
Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm 254
[8] Ibid. Hlm 255
[9] Ibid. Hlm 225
[10]Hardi, Eja Armaz. "ANALISIS
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MUSLIM MISKIN MELALUI QARDUL HASAN." JURNAL
ADZKIYA 1.2 (2013).Hlm 7
[12]Djuwaini,
Dimyauddin, Pengantar FIQH MUAMALAH, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008. Hlm
255-256
[13]Antonio,
Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001. Hlm 133
[14] Heri,
Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia:
Yogyakarta. 2007. Hlm 83
[15]Antonio,
Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001. Hlm 133
[16] Ibid. Hlm 134
[17] Sabiq, Sayyid.
FIKIH SUNNAH. Pustaka Percetakan Offset:Bandung. 1998. Hlm 42
[18] Heri,
Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonesia:
Yogyakarta. 2007. Hlm 80
[19] Nugroho, Ani,
and Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya. "HUKUM PERJANJIAN SYARIAH
DAN PENERAPANNYA DALAM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. Jilid 8, No 2,
September 2013. Hlm 101
[20] Antonio,
Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001. Hlm 126
[21] Ibid. Hlm 127
[22]Nizaruddin,
Nizaruddin. "HIWALAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARI'AH." JURNAL ADZKIYA vol 1. No 2 (2013).
[23]Ibid. Hlm
[24] Ibid. Hlm
[25]Ibid. Hlm
[26] Ibid. Hlm
[27] Antonio,
Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001. Hlm 127
[28]Nizaruddin, Nizaruddin. "HIWALAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARI'AH." JURNAL ADZKIYA vol 1. No 2 (2013).
[29]Antonio,
Syafi’i. ISLAMIS BANKING BANK SYARIAH : Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press. 2001. Hlm 127