Minggu, 19 Februari 2017

Manajemen ZISWAK : Perkembangan Pengelolaan ZISWAK di Negara Muslim



 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Di tengah problematika perekonomian, zakat muncul menjadi instrumenpembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan umat di daerah. Zakatmemiliki banyak keunggulan dibandingkan instrumen fiskal konvensional yang kini telah ada.[1] Banyak pemikiran dan teori yang dikemukakan oleh para ahlidalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan. Namun tidak semua teoridapat dipraktekkan dan dapat menanggulangi kemiskinan. Diharapkan dengan pengelolaan zakat yang secara profesional dan pendayagunaan secara produktiif mampu memberikan kontribusi bagi penanggulangan kemiskinan.[2]
Untuk mewujudkan manfaat zakat yang mampu menjadi pilar ekonomi,sosial, politik, pengelolaan zakat yang profesional menjadi prasyarat utama yang tidak boleh ditinggalkan. Menurut Prof. Dr. Qodri A. Azizy kata kunci dalamusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas ZISWAF (Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf) sebagai dana umat yang produktif dan potensial adalah manajemen Pengelolaan tidak hanya berhenti pada pendayagunaan untuk usaha-usaha yangbersifat produktif dan perlunya penentuan skala prioritas pemanfaatan, tetapi jugamengharuskan adanya transparansi dan akuntabilitas.[3]
Ziswaf di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam lain, seperti Mesir, Malaysia, Pakistan, Yordania, Turki dan Brunei Darussalam. Mereka jauh-jauh hari sudah mengelola wakaf ke arah produktif. Bahkan, di negara yang penduduk muslimnya minor, pengembangan ziswaf juga tak kalah produktif. Turki misalnya, banyak institusi pendidikan dibangun dari dana zakat dan wakaf[4]


B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana perkembangan dan pengelolaan zakat dan wakaf di negara-negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania, Brunei Darussalam)?
2.      Apa dampak dari pengelolaan zakat dan wakaf di masing-masing negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania) ?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Manajemen Ziswak
2.      Untuk mengetahui perkembangan dan pengelolaan zakat dan wakaf di negara-negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania, Brunei Darussalam)
3.      Untuk mengentahui dampak dari pengelolaan zakat dan wakaf di masing-masing negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania)











BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan dan Pengelolaan Ziswak di Negara-negara Muslim

A.    Zakat

Di dunia Islam modern ini terdapat beberapa negara Islam yang mewajibkan warga negaranya untuk mengeluarkan zakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan, dan demi menjalankan perintah agama. Negara-negara Islam tersebut di antaranya: Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania, dan Brunei Darussalam. Berikut ini adalah gambaran tentang sistem pengelolaan, dan aplikasi zakat di masing-masing negara Islam tersebut.

1.      Malaysia
Di Malaysia, setiap negeri mempunyai Majlis Agama Islam yang telah diberi kuasa oleh Pemerintah untuk mengurusi masalah Islam, termasuk urusan wakaf dan zakat. Majlis Agama Islam terdapat di 13 negeri (yaitu Selangor, Johor, Perak, Terengganu, Pilau Pinang, Kelantan, Pahang, Negeri Sembilan, Kedah, Melaka, Serawak, Sabah, dan Perlis) dan di 1 Wilayah Persekutuan (yaitu, Kuala Lumpur, Labuan, dan Putrajaya) yang dikoordinasikan oleh Kantor Perdana Menteri yang membawahi direktorat Kemajuan Islam dan memainkan peranan utamanya untuk nasional, serta mewakili Malaysia untuk tingkat internasional dalam urusan agama.[5]
Di Malaysia terdapat pajak dan zakat, namun di malaysia telah dijalankan  zakat sebagai pengurang pajak, yang mana kebijakan ini sangat efisien, di mana adanya pengurangan pajak oleh zakat tersebut, dan ini sudah lama diterapkan oleh Malaysia. Dimana dengan sistem ini, malah justru meningkatkan perolehan pajak dan zakat. Di dalam UU zakat di Malaysia tercantum bagi wajib zakat yang tak membayarkan zakatnya, adapun sanksi itu berupa hukum perdata dan hukum pidana. Dimana sanksi itu hanya berlaku pada masyarakat yang berprofesi sebagai petani, pedagang dan peternak.[6]
Pendistribusian zakat di Wilayah Persekutuan sebagai contoh, melalui program-program bantuan langsung untuk Fakir dan Miskin semisal bantuan makanan, bantuan keuangan, bantuan medis, sekolah, seragam sekolah, kontrak rumah, bencana alam, pernikahan dan usaha. Bantuan tidak langsung dapat berbentuk pemberian manfaat tidak langsung, seperti Institut Kemahiran Baitulmal (IKB) yang giat melakukan pembinaan, pelayanan pelatihan keterampilan untuk fakir miskin. Sedangkan Komplek Kebajikan Darus Sa’adah merupakan tempat perlindungan dan pendidikan bagi mu’allaf, janda, dan fakir miskin. Institut Profesional Baitulmal (IPB) juga memberikan pendidikan profesional setingkat perguruan tinggi kepada anak-anak fakir  miskin, di samping hotel dan rumah sakit yang mereka miliki.[7]



2.      Brunei Darussalam
Brunei Darussalam adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang mengandalkan pertanian dan sumber daya alam sebagai devisa utama bagi negaranya. Kedua sumber tersebut merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan oleh semua negara di dunia terutama bagi warga negaranya, dimana terdapat kestabilan dalam perekonomiannya untuk mengatur jalur kehidupan masyarakat beserta warganya secara menyeluruh walaupun masih terdapat sebagian kecil masyarakat hidup dalam kemiskinan. maka dari itu, Sultan has anal bolkiah memperlakukan pertanian persawahan baru-baru ini untuk menghidupkan dan mengembangkan masyarakat yang masih dalam kategori cukup. Potensi dari hasil sunber daya alam dan pertanian tersebut jika dikelola dengan baik maka akan meningkatkan perekonomian negara tersebut bahkan negara tersebut telah mencapai lebih taraf perekonomiannya, tinggal dalam pelaksanaannya yang masih kurang.
Potensi utama yang bisa mendongkrak Brunei dimasa mendatang selain dari hasil pertanian dan perikanan adalah militer, personil militer Brunei Darussalam saat ini melakukan kerjasama dengan seluruh negara ASEAN terutama Asia Tenggara, serta sering melakukan pelatihan – pelatihan sehingga menjadikan personel yang terlatih, tangguh dan perkasa sehingga mambuat negara tersebut tetap optimis dalam pencapaian taraf hidup internasional yang berbasiskan global.
Sebagai salah satu negara di kawasan Asia Tenggara, Brunei Darussalam merupakan salah satu negara dengan perekonomian yang kaya.
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia. Satuan mata uangnya adalah Dolar Brunei yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura. Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi dalam bidang perdagangan.
Pentadbiran dan Pengurusan zakat di Negara Brunei Darussalam adalah di bawah kuasa Majlis Ugama Islam Brunei (MUIB).  Di dalam Akta Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah Kadi no. 77 dalam Undang-Undang Negara Brunei Darussalam terdapat peruntukan mengenai Zakat Fitrah Bab 114 hingga 121 Pentadbiran dan pengurusan zakat fitrah di Negara Brunei Darussalam mulai berjalan dengan teratur dan sempurna sejak Undang-Undang Zakat Fitrah disahkan pada tanggal 11 Syawal 1389H bertepatan dengan 1 Januari 1969M. Di mana dengan  ini, Majlis Ugama Islam berkuasa memungut semua zakat fitrah serta membagi-bagikannya kepada yang berhak di seluruh Negara Brunei Darussalam.[8]
a.       Cara Pemungutan Zakat
1.        Zakat Fitrah 
a)      Pemungutan zakat fitrah dilakukan oleh amil-amil yang dilantik oleh Majlis Ugama Islam Brunei sesuai kawasan masing-masing di seluruh Negara.
b)      Tempat Pemungutan ialah di pejabat bagian pemungutan dan Penyaluran zakat dan cabang-cabangnya di daerah-daerah (bagi amil yang terdiri dari pegawai-pegawai yang bertugas di Majelis Ugama Islam). Selain itu, tempat pemungutan zakat juga adalah masjid-masjid, surau-surau dan balai-balai ibadah yaitu kepada amil-amil yang terdiri dari imam-imam dan bilal-bilal. Untuk amil-amil yang terdiri dari pegawai-pegawai kerajaan seperti penghulu, ketua kampong, guru-guru agama dan lain-lain, tempat pemungutannya adalah dirumah amil-amil atau ditempat-tempat yang telah ditentukan oleh amil-amil yang terkait.
c)      Kadar zakat fitrah yang dibayar di Negara brunei Darussalam adalah berdasarkan harga dua jenis beras yang biasa dimakan di negara ini dengan kadar sukatan sebanyak 2 Kg 268 gram, sebagai berikut:
1)      Beras Wangi       :           $ 2.84 Sen
2)        Beras Siam         :           $ 1.93 Sen
2.      Zakat Harta (Zakat Maal)
Pembayaran zakat harta boleh dilakukan melalui cara-cara berikut:
a)      Muzakki boleh datang sendiri ke Unit Pemungutan dan Penyaluran Zakat Majlis Ugama Islam di semua daerah di negara ini.
b)        Muzakki boleh menyerahkan zakatnya melalui amil-amil yang dilantik oleh Majlis Ugama Islam di setiap daerah sesuai kampung dan kawasan masing-masing.
c)      Bagi pendeposit atau penyimpan-penyimpan di Bank Islam Brunei Berhad (IBB), TAIB dan Bank Pembangunan Islam, boleh membuat arahan kepada bank-bank tersebut agar zakat dikeluarkan dari simpanan-simpanan (akun) mereka pada setiap tahun.
Jenis-jenis zakat yang terkena kewajiban Pemungutan dan Penyaluran zakat adalah:
1)      Zakat uang simpanan
2)       Zakat Perniagaan
3)       Zakat Emas dan perak[9]
b.      Golongan yang Berhak Menerima Zakat dan Bentuk Penyalurannya
Di Negara Brunei Darussalam telah ditetapkan bahwa hanya 6 golongan saja yang berhak menerima zakat yaitu:
1.      Fakir, Yaitu orang Islam yang tidak mempunyai mata pencarian atau harta dengan kata lain orang yang tidak bisamencukupi setengah dari keperluan hidup dan nafkah orang-orang yang wajib ditanggungnya. Bentuk Penyalurannya yaitu : Bantuan Uang Tunai Bulanan, Bantuan Hari Raya dan Akhir Tahun, Bantuan Modal Perniagaan, Bantuan Bencana Alam/Kecemasan (sertamerta), Bantuan Sewa Rumah Dan Tempat Tinggal (Sewa Rumah), Bantuan Membayar Hutang, Bantuan Iuran/Pas Pelajar dan Peperiksaan dll.
2.      Miskin, Yaitu orang Islam yang mempunyai sedikit harta atau mata pencarian tetapi hanya dapat mencukupi sedikit dari separuh keperluan hidupnya dan orang yang wajib ditanggungnya. Bentuk Penyalurannya yaitu sama dengan fakir.
3.      Amil, Yaitu orang yang dilantik untuk menerima atau memungut zakat.
a.       Bayaran diberikan kepada amil-amil di seluruh negara sebagai upah atas tugas mereka dalam menjalankan pemungutan zakat dan menyampaikan bantuan-bantuan kepada asnaf-asnaf yang berhak di kawasan dan kampung mereka masing-masing.
b.      Perbelanjaan bagi keperluan amil seperti beg, kalkulator, komputer dan sebagainya
c.        Pembelanjaan pentadbiran zakat
4.                                                                              Muallaf
Yaitu orang yang baru memeluk agama Islam dan imannya masih lemah. Bentuk Penyalurannya yaitu: Infaq untuk yang baru memeluk islam, Bantuan Kursus-Kursus Bimbingan Muallaf, Bantuan Pembinaan Balai Ibadah dan Pusat Kegiatan Agama, Bantuan Perbelanjaan Menunaikan Fardhu Haji, paket dan uang saku, Perumahan / Perlindungan, Pembayaran keperluan Muallaf seperti pakaian dan sebagainya.
5.                  Al-Gharimin
Yaitu orang Islam yang berhutang sesuai hukum Syara’. Bantuan ini diberikan kepada penanggung-penanggung hutang untuk melepaskan mereka dari beban hutang karena berbuat kebajikan seperti:
a.       Membina masjid, surau, balai ibadat dan sebagainya yang diperlukan oleh masyarakat.
b.      Membina Sekolah Agama
c.       Bayaran-bayaran hutang yang ditanggung oleh pemohon yang tidak dapat membayar dan menyelesaikan hutangnya.



6.      Ibnu Sabil
Yaitu orang  Islam yang merantau atau orang yang akan merantau dengan tujuan yang syar’i yang membutuhkan pertolongan.
a.       Bantuan kepada musafir yang dalam perjalanannya mengalami kesulitan/kesusahan dalam memenuhi bekal perjalanannya.
b.      Bayaran Sewa tempat tingga.
c.        Bayaran Perbelanjaan makan dan minum
d.      Tiket penerbangan/perjalanan balik kenegara asalnya.
e.       Uang saku bagi keperluan semasa perjalanan balik ke negaranya.[10]

3.      Mesir
Pemerintah Mesir memiliki undang-undang yang berkaitan dengan zakat. Undang-undang No 48 tahun 1977 yang menyatakan bahwa bank diwajibkan untuk memotongi zakat pada modal dan keuntungan pemegang saham dan menetapkan dana otonom untuk zakat dalam bank. Undang-undang tidak memberikan insentif pajak atau konsesi untuk para pembayar zakat Faisal Bank atau lembaga pengumpul zakat lainnya.[11]
Pembentukan Bank Sosial Nasir pada tahun 1971 adalah peristiwa penting yang menandai pengelolaan zakat di Mesir. Bank yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah ini diberi tanggung jawab untuk mempunyai proyek-proyek kesejahteraan sosial. Sejak pendiriannya Bank Nasir telah mengambil langkah-langkah konkrit dalam mengorganisir pengumpulan dan distribusi zakat di seluruh negeri. Bank mendirikan pusat direktorat zakat di kantor pusatnya. Direktorat ini memiliki aksesibilitas untuk semua cabang bank. Melalui kegiatan di berbagai wilayah negara, Direktorat ini telah mampu membentuk dan mengafiliasi ribuan komite zakat lokal.

4.      Turki
Bank Indonesia (BI) meluncurkan dokumen Zakat Core Principal pada World Humanitarian Summit of United Nations di Istanbul, Turki pada 23 Mei 2016. Dokumen ini memuat prinsip-prinsip pengelolaan zakat “Zakat Core Principles merupakan kontribusi Indonesia terhadap pengembangan Islamic social finance dan standar pengaturan zakat yang lebih baik di dunia,”.
Penyusunan dokumen tersebut diinisasi oleh Bank Indonesia yang bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) dan delapan negara lainnya yang tergabung dalam International Working Group (IWG). Prinsip-prinsip utama pengelolaan zakat tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen zakat agar semakin efektif dalam memobilisasi dana sosial publik bagi peningkatan kesejahteraan umat di berbagai belahan dunia.
Zakat juga diharapkan bisa mendorong pengelolaan yang lebih governance, akomodatif, dan sejalan dengan kerangka peraturan yang terkait dengan sub-sektor keuangan syariah lainnya, serta mendukung konektivitas dengan sektor riil dan pembangunan modal manusia.[12]

5.      Pakistan
Undang-undang tentang pengelolaan zakat diterbitkan secara resmi pada Juni 1979 yang disebut dengan UU zakat dan Usyr. Undang-undang ini dianggap belum sempurna sehingga pada tahun 1980 Undang-undang zakat mulai disempurnakan.
Pengelolaan zakat di Pakistan bersifat sentralistik yang disebut dengan Central Zakat Fund (CZF). Yang dipimpin secara kolektif oleh enam belas anggota, salah satunya adalah Hakim Agung Pakistan, delapan orang tidak resmi dengan tiga diantaranya dari golongan ulama, dan tujuh sisanya resmi salah satunya ketua Zakat Fund, empat Menteri Keuangan Negara Bagian Federal dan unsur kementrian urusan agama. CZF memiliki kewenangan menentukan berbagai kebijakan dan pengawasan hal-hal yang berkaitan dengan zakat.
Zakat diwajibkan kepada setiap warga negara Pakistan yang hartanya telah mencapai nisab. Zakat langsung dipotong dari harta muzakki pada item-item tertentu seperti: pemotongan langsung dari account tabungan dan deposito, sertifikat deposito, sertifikat investasi, obligasi pemerintah, saham perusahaan dan polis asuransi. Sedangkan harta lainnya diserahkan kepada muzakki untuk menunaikannya, seperti zakat uang cash, zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat industri, dan sebagainya. Instansi yang berwenang untuk pemotongan zakat adalah lembaga keuangan yang kemudian diserahkan langsung ke CZF.
Disini terdapat pengecualian terhadap orang non muslim dan non pakistan dari kewajiban pembayaran zakat, pembayaran zakat dan ushr hanya dapat diterima secara tunai. Konsesi pajak tertentu diberikan ,yaitu pendapatan kena pajak dan kekayaan yang dikurangi dengan jumlah zakat yang di bayarkan dan pajak tanah di bebaskan untuk mereka yang membayar pajak. Dimana bagi para warga non muslim dan non pakistan terkena wajib pajak, yang mana di pakistan sebagian besar pajaknya di kumpulkan pada impor barang.
Penyaluran zakat di Pakistan didistribusikan ke delapan asnaf dengan memperhatikan skala prioritas sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-undang: “prioritas utama diberikan kepada fakir miskin terutama para janda, orang cacat baik dengan cara langsung atau tidak langsung seperti melalui pendidikan resmi sekolah, pendidikan keterampilan, rumah sakit, klinik, dan lainnya.[13]
6.      Yordania
Undang-undang khusus pemungutan zakat dibuat pada tahun 1944 M oleh Kerajaan Hasyimite Yordania, yang mana negara tersebut merupakan Negara Islam pertama yang melahirkan undang-undang semacam itu.
Kemudian kerajaan tersebut menetapkan UU mengenai lembaga amil zakat yang disebut dengan UU Shunduq Zakat tahun 1988. Yang memberikan kekuatan hukum kepada lembaga tersebut untuk mengelola anggaran secara independen. Karena hal itulah, Shunduq Zakat memiliki hak untuk mengeluarkan berbagai macam aturan, juknis, dan juklak agar semakin efektifnya kegiatan penghimpunan zakat.
Di yordania tersebut terdapat juga sistem dimana pembayaran zakat memungkinkan untuk di kurangi jumlah yang dibayarkan zakat dari penghasilan kena pajak.
Shunduq Zakat Yordania dalam operasionalnya mendayagunakan kelompok kerja yang tersebar di seluruh Yordania yang disebut dengan Lajnah Zakat (Komisi Zakat) yang tugasnya adalah:
a.       Memantau kondisi kemiskinan dalam masyarakat Yordania.
b.       Mendirikan klinik-klinik kesehatan dan medical centre yang mencakup semua praktek dokter.
c.       Mendirikan pusat-pusat pendidikan pengangguran.
d.      Mendirikan proyek-proyek investasi.
e.       Mendirikan pusat-pusat garmen (home industri).[14]
B.     Wakaf
Salah satu tujuan didirikannya sebuah negara adalah untuk mensejahterakan rakyatnya secara adil dan makmur. Salah satu bidang yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah wakaf, terutama masyarakat muslim di Indonesia. Lembaga wakaf bersama dengan lembaga masyarakat sipil lainnya bisa jadi alternatif pemecahan masalah ketidakadilan sosial di Indonesia. Karena sejak dahulu wakaf di beberapa negara modern, dan bahkan jauh pada kesultanan pada masa lalu, telah memainkan peran yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wakaf berkembang di berbagai negara muslim, perkembangannya mengalami pasang surut, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik di masing-masing negara. Karena keterbatasan tempat, diantara Negara-negara muslim yang akan penulis bahas adalah:[15]

1.      Malaysia
Praktek pelaksanaan ibadah wakaf di Malaysia mulai subur dan berkembang dengan pembangunan pondok-pondok pengajian agama secara tradisional yang mempengaruhi masyarakat setempat untuk mewakafkan harta mereka. Walaupun begitu dalam konteks zaman sekarang, ibadah tersebut telah diperluas, terutama dalam mendirikan rumah sakit wakaf yang memberi biaya yang relatif rendah. Di samping itu, wakaf juga memegang peranan penting dalam pembangunan rumah-rumah anak yatim serta pembiayaan yang diperlukan untuk pendidikan mereka. Dengan demikian perwakafan di Malaysia tidak terbatas hanya dalam bentuk pembangunan masjid semata-mata. Salah satu contoh pengelolaan wakaf di Malaysia adalah peranan YADIM yang bertugas mengelola skim wakaf berdasarkan konsep pelaksanaan wakaf menurut Islam.[16]
YADIM telah menawarkan 14 juta saham wakaf yaitu harga keseluruhan Pusat Latihan YADIM di Semungkis, Hulu Langat. Saham Wakaf ini ditawarkan kepada masyarakat umum dengan harga RM1 sesaham. YADIM juga membeli bangunan di pusat-pusat perdagangan strategis untuk meneruskan skim wakaf.
Dengan cara ini, masyarakat Islam Malaysia memiliki bangunan perdagangan yang dapat disewakan kepada pedagang-pedagang Islam dengan harga sewa yang relatif rendah. Dengan cara demikian, mereka dapat bersaing dengan pedagang-pedagang lain, dalam upaya melibatkan peranan umat Islam di Malaysia dalam perdagangan global.

Di samping itu, di daerah bagian Malaysia lainnya seperti di Labuhan Aceh, peranan Majlis Agama Islam Pulau Pinang (MAIPP) dalam menangani harta wakaf sangat penting. MAIPP memiliki harta yaitu 1,000 lot serta 520 hektar tanah wakaf atau baitulmal. Skim Wakaf di Pulau Penang, dilaksanakan melalui sumbangan setiap orang muslim Pulau Penang dengan ringgit ke dalam Dana Wakaf sekurang-kurangnya RM5.00.

Dana yang dikumpulkan itu dibelikan benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan dan proyek yang boleh mendatangkan manfaat bagi umat islam. Secara ringkas, Skim Dana Wakaf Pulau Pinang adalah salah satu bentuk wakaf dan asas-asasnya masih mengikut konsep asal wakaf.
Dalam konteks ini, skim dana wakaf mementingkan kebajikan umum. Dengan cara demikian, wakaf tersebut boleh dipergunakan untuk berbagai tujuan kebajikan dan pembangunan umat Islam.[17]

2.      Brunei Darussalam
Negara Brunei Darussalam menyerahkan segala urusan mengenai wakaf kepada Majlis Ugama Islam yaitu berdasarkan peruntukan undang-undang yang tercantum dalam Undang-Undang Negara Brunei Darussalam yaitu Akta Majelis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah Kadi Penggal 77 dalam bab 98 dan 100.[18]
a.                   Sistem Perwakafaan
Secara umum sistem perwakafan di Negara Brunei Darussalam terbagi kepada dua bentuk:  tidak terdaftar dan terdaftar.
1.      Secara Tidak Terdaftar
a.       Sistem perwakafan serupa ini terjadi di Negara Brunei Darussalam apabila seorang hamba Allah mewakaf sesuatu kepada pihak-pihak tertentu seperti uang, kelengkapan peralatan dan lain-lain secara tidak bertulis hanya dilafalkan secara lisan saja. Timbang terima kedua belah pihak diperlukan secara lisan apabila kedua belah pihak bersetuju untuk memberi dan menerima harta yang diwakafkan.
b.       Kadang-kadang perwakafan itu dapat juga terjadi tanpa diketahui oleh pihak kedua yaitu orang yang menerima harta wakaf tersebut. Contohnya seorang hamba Allah mewakafkan sebuah Al-Quran di masjid tanpa diketahui oleh pegawai dan pengurus masjid.
2.      Secara Terdaftar
Sistem perwakafan seperti ini terjadi apabila seorang hamba Allah mewakafkan jenis-jenis harta tidak bergerak seperti tanah dan bangunan dengan menentukan pergantian nama pemilik secara yang sah menurut peraturan perundang-undangan. terhadap sistem perwakafan seperti ini contohnya tanah, apabila wakaf seseorang itu telah diterima, dilafalkan dan disahkan oleh pihak-pihak tertentu, maka urusan penggantian hak milik tanah dari orang yang berwakaf kepada Majlis ugama Islam akan diselesaikan oleh Majlis Ugama Islam selaku pihak yang akan mengurus harta wakaf.

b.      Jenis-jenis Wakaf
Harta wakaf yang diurus dan dikendalikan oleh Majlis Agama Islam dapat dibagikan kepada dua jenis yang terdiri atas:
1.      Wakaf Khas
Wakaf khas adalah merupakan wakaf yang telah ditentukan sendiri oleh seorang yang berwakaf. Contohnya sebidang tanah telah diwakafkan oleh seorang hamba Allah dan tanah yang diwakafkannya itu telah ditentukannya untuk kegunaan-kegunaan tertentu misalnya untuk didirikan masjid. Oleh yang demikian wakaf serupa ini adalah dinamakan Wakaf Khas.
2.      Wakaf Am
Wakaf am pula adalah merupakan wakaf yang tidak ditentukan secara khusus kegunaannya oleh orang yang berwakaf. Bagi wakaf jenis ini Majlis Ugama Islam adalah bebas untuk menentukan tindakan-tindakan yang patut dibuatnya ke atas harta wakaf jenis ini.
c.                                                    Institusi yang mengurus wakaf dan Prosedur berwakaf
Institusi yang dipertanggungjawabkan di Negara Brunei Darussalam dalam mengurus persoalan harta wakaf secara terdaftar adalah Majlis Ugama Islam. Pengurusan yang dijalankan adalah harus berdasarkan jenis wakaf yang dilafazkan oleh orang yang berwakaf. Perlaksanaan awal atau prosedur yang akan dilakukan oleh pihak yang berwakaf adalah seperti berikut:
1.                          Mengantar surat permohonan untuk berwakaf.
2.                          Apabila wakaf diterima, dapat melafazkan wakaf di hadapan Hakim.
3.                          Disampaikan ke Jabatan Tanah.
4.                          Perlaksanaan wakaf oleh pihak-pihak berkenaan mengikut jenis wakaf yang dilafazkan.
Terhadap wakaf yang tidak terdaftar, pengurusannya diserahkan kepada pihak yang diberikan atau menerima harta wakaf tersebut. Misalnya sebuah masjid menerima wakaf 100 kitab suci Al-Quran, maka masjid itu sendiri yang akan mengurus segala hal yang berkaitan dengannya.[19]

3.      Mesir

Di negeri ini wakaf telah berkembang dengan menakjubkan kerena memang dikelola secara profesional. Pada awalnya, Hakim Mesir di zaman Hisyam bin Abd Malik yang bernama Taubah bin Namirlah yang pertama kali melakukan wakaf yang pada waktu itu berupa tanah untuk bendungan. Lalu beberapa puluh tahun kemudian wakaf ditangani oleh salah satu departemen dalam pemerintahan. Meski begitu masih juga ada masalah yang muncul dalam pengelolaannya, sehingga pemerintah Mesir terus melakukan pengkajian untuk mengembangkan pengelolaan wakaf dengan tetap berlandaskan syari’ah Islam.[20]
Pada masa Pemerintahan Muhammad Ali Pasya tahun 1891 M, perwakafan di Mesir tidak terurus secara baik sehmgga tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan ekonomi Mesir. Wakaf pada masa tersebut menjadi asset yang terlantar. Hal itu disebabkan konsentrasi pemerintahan Muhammad Ali Pasya terfokus pada upaya mewujudkan stabilitas politik internal dalam negeri dalam rangka menghadapi masuknya pasukan barat ke Mesir. Kendatipun adanya usaha meningkatkan perekonomian Mesir, namun wakaf tetap secara terabaikan. Dia berusaha mengembalikan tanah kepada petani sebelumnya yang diambil oleh negara. Ironisnya, petani tetap saja berurusan dengan negara.
Keinginan kuat untuk mengelola wakaf secara baik baru muncul pada masa pasca pemerintahan Muhammad Ali Pasya. Usaha pertama yang dilakukan oleh pemerintah Mesir adalah menertibkan tanah wakaf melalui penjagaan dan pemeliharaan serta diarahkan pada tujuan kemaslahatan umum sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Selain itu, pemerintah juga memberikan perlindungan kepada para mustahiq. Langkah selanjutnya yang dilakukan pemerintah adalah membentuk diwan al-waqf yang menjadi cikal bakal departemen wakaf.
Kendatipun pemerintah Mesir telah membentuk satu departemen untuk mengelola wakaf secara serius, tetapi ternyata persoalan lainnya muncul seperti tidak adanya rasa keadilan yang ditetapkan oleh para pewakaf (wakif), pengawasan dan pengelolan yang kurang profesional. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya tidak jarang wakif dalam berwakaf tidak memperlihatkan rasa keadilan dalam masyarakat. Karena pada saat itu belum ada aturan yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban wakif dan dengan pihak yang lain, sehingga terkesan aturan tersebut ditentukan wakif sendiri, terutama yang berkaitan dengan orang-orang yang berhak menerima harta wakaf tersebut. Kondisi demikian memunculkan sikap malas dan menurunkan etos kerja sebahagian mustahiq. Sebagian dari penerima wakaf hanya menggantungkan ekonominya dari wakaf itu saja, sehingga mereka malas untuk bekerja dan menambah deretan pengangguran dalam masyarakat karena di antara mereka tidak lagi punya etos kerja yang baik. Di samping itu, terdapat pula para nazir yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan praktek riba.
Melihat ketidakteraturan pengelolaan wakaf tersebut, beberapa kalangan masyarakat yang memiliki perhatian pada persoalan wakaf mendesak pemerintah untuk segera melakukan perubahan peraturan perundang-undangan wakaf. Pada tahun 1926 masyarakat mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Tetapi ide dan wacana yang dikembangkan itu justru mengundang polemik yang panjang di kalangan masyarakat luas.
Pemerintah akhirnya mensahkan undang-undang tersebut meskipun proses menuju pengesahan itu membutuhkan waktu yang agak panjang. Pada tahun 1946 peraturan perundang-undangan tentang wakaf menjadi sebuah kenyataan dan menjadi sebuah putusan politik dengan dikeluarkannya undang-undang No. 48 tahun 1946 yang isinya mencakup terjadinya wakaf dan syarat-syaratnya.[21]
Pengesahan undang-undang tersebut menjadi harapan baru bagi umat Islam Mesir untuk mengelola asset wakaf. Akan tetapi ternyata setelah undang-undang tersebut disahkan, persoalan muncul. Persoalan itu terlihat pada semakin tajamnya perbedaan antara pemeritah dengan ulama, terutama yang berkaitan dengan terjadinya wakal. Menurut undang-undang yang baru saja disahkan dijelaskan bahwa wakif boleh menarik kembali harta yang telah diwakafkan ataupun mengubahnya, tetapi tidak diperbolehkan untuk menarik wakaf untuk diri sendiri. Wakaf jenis inilah yang terbanyak beredar di Mesir pada masa sebelumnya. Misalnya, wakaf yang diberikan untuk kepentingan publik seperti masjid. Dalam hal ini wakif tidak dibolehkan menarik kembali dan tidak boleh mengubahnya. Di samping itu undang-undang ini juga memuat tentang berakhimya wakaf muaqqat (wakaf yang dibatasi waktunya). Menurut undang-undang ini wakaf muaqqat hanya terbatas pada wakaf ahli, sedangkan wakaf khari tidak dibatasi waktunya. Dalam undang-undang ini juga dicantumkan tentang pihak-pihak yang berhak atas harta wakaf, nazir, kekuasaan nazir atas harta wakaf dan pengembangannya.
Pada tahun 1952 pemerintah melakukan revisi terhadap undang-undang ini dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 180 tahun 1952 yang berisi tentang penghapusan peraturan wakaf ahli dengan disertai peraturan pelaksanaannya. Namun, di dalamnya tidak dibahas bagaimana mekanisme pengawasan dan siapa yang bertanggung jawab serta bagaimana prosedur membelanjakannya. Inilah kelemahan pertama yang terdapat dalam undang-undang baru ini. Dengan kata lain, undang-undang ini ternyata juga belum dapat menjawab persoalan dan subtansi yang diinginkan oleh masyarakat.[22]
Menyadari hal yang demikian maka pada tahun yang sama pemerintah kembali mengajukan rancangan undang-undang yang akhirnya disahkan menjadi sebuah produk hukum No. 247 tentang pengawasan terhadap wakaf khairi dan penertiban belanja pemeliharaan harta wakaf. Di samping berisi tentang bagaimana pengawasan, prosedur pembelanjaan, dan pemeliharaan harta wakaf, undang-undang ini juga mengatur tentang kebolehan wizarat al-awqaf dengan persetujuan Majelis Tinggi Wakaf, untuk menyalurkan apakah seluruh atau pun sebagian saja dan harta wakaf jika wakif tidak menentukan penerima wakaf.
Pada tahun 1957 pemerintah mengajukan lagi rancangan undang-undang wakaf yang baru yang akhirnya disahkan menjadi sebuah Undang-Undang No. 30 tahun 1957. Melihat ketentuan hukum yang ada dalam undang-undang ini, pada dasamya tidaklah banyak memuat hal-hal yang baru, kecuali sekedar menyempumakan dan meluruskan undang-undang sebelumnya. Adapun yang terbaru dari undang-undang ini hanyalah menyangkut tentang pendirian rumah sakit yang berada di kota Kairo, Kemudian pada tahun yang sama disusul dengan undang-undang (qanun) No. 152 tahun 1957 yang mengatur tentang penggantian tanah pertanian yang diwakafkan untuk tujuan kebaikan.[23]
Berkaitan dengan pengaturan tentang penggantian tanah pertanian, pemerintah mengeluarkan undang-undang tersendiri, yaitu undang undang No. 20 tahun 1957 yang memuat tentang aturan lembaga perekonomian. Kemudian selanjutnya dilengkapi dengan peraturan No. 51 tahun 1958, yang merupakan penyempurnaan dari undang undang No. 152 tahun 1957. Dengan demikian sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim secara terus menerus telah melakukan proses pematangan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan wakaf dengan senantiasa merujuk kepada syari’at Islam. Salah satu hasil dari proses ini ialah pada tahun 1971 pemerintah berhasil membentuk suatu badan yang khusus menangani persoalan wakaf dan pengembangannya yang disesuaikan dengan Qanun No. 80 tahun 1971. Badan ini bertugas melakukan kerjasama dalam pengawasan dan memeriksa tujuan undang-undang wakaf dan program wizarat al-awqaf. Di samping itu, badan ini juga diberi wewenang untuk mengusut dan melaksanakan semua pendistribusian wakaf serta semua kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam rangka memudahkan pelaksanaan undang-undang ini, maka pemerintah membentuk struktur kepengurusan wakaf yang terdiri dari ketua badan atau lembaga dan direktur umum. Adapun harta benda yang dikelola oleh badan ini: pertama, harta yang dikhususkan oleh pemerintah untuk anggaran umum, kedua, barang yang menjadi jaminan hutang, ketiga, hibah, wasiat dan sedekah, keempat, dokumen, uang atau harta yang harus dibelanjakan dan sesuatu yang sudah menjadi haknya untuk dikelola sesuai dengan Undang-undang No. 70 tahun 1972. Kelima, hasil lain yang berguna untuk meningkatkan dan mengembangkan harta wakaf.
Sebagai negara yang sudah cukup lama mengelola harta wakaf, Mesir telah berhasil mengembangkan wakaf untuk pengembangan ekonomi umat. Di antara faktor-faktor yang menjadi pendukungnya adalah: Pertama, pihak pengelola wakaf menyimpan hasil harta wakaf khair di bank sehingga dapat berkembang. Kedua, untuk pembangunan ekonomi umat, pemerintah khususnya Departemen Perwakafan ikut berpartisipasi dalam mendirikan Bank Syari’ah. Ketiga, Departemen Perwakafan melakukan kerjasama dengan pihak lain sebagai penanam modal untuk pendirian pabrik, rumah sakit Islam, pemeliharaan ternak, bank untuk perumahan dan bangunan dan lain-lain. Keempat, Departemen Perwakafan mengelola tanah wakaf yang kosong untuk dikelola secara produktif melalui pendirian lembaga lembaga perekonomian, bekerja sama dengan perusahaan besi dan baja.
Di samping itu, dalam rangka pengembangan wakaf departemen wakaf tidak hanya menanamkan sahamnya dalam skala besar tetapi juga pada penanaman dalam skala kecil. Misalnya, membantu permodalan usaha kecil dan menengah serta membantu kaum dhuafa’, menjaga dan memelihara kesehatan masyarakat melalui pendirian rumah sakit dan penyediaan obat-obatan dan poliklinik, mendirikan tempat-tempat ibadah dan lembaga pendidikan serta ikut serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

4.      Turki
Turki memiliki sejarah panjang dalam pengelolaan wakaf, yang kalau dirunut sejarahnya dimulai sejak masa Utsmaniyah. Pada tahun 1925, harta wakafnya telah mencapai ¾  dari luas lahan produktif di Turki. Pusat administrasi wakaf juga berkembang dengan baik. Kini untuk memobilisasi sumbersumber wakaf dan membiayai bermacam-macam jenis proyek joint-venture telah didirikan Waqf Bank & Finance Coorporation.[24]
Pengelolaan wakaf di Turki dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Tidak hanya Direktorat Jendral Wakaf, namun wakaf juga dikelola oleh Muttawali. Di samping mengelola wakaf, Direktorat Jenderal Wakaf juga melakukan supervisi dan kontrol terhadap wakaf yang dikelola oleh Mutawalli maupun wakaf yang baru. Dalam peraturan perundang-undangan di Turki, lembaga wakaf harus mempunyai dewan manajemen dan hasil pengembangan wakaf di Turki harus diaudit dua tahun sekali. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Wakaf mendapat 5% dari pendapatan bersih wakaf seba¬gai biaya supervisi dan auditing, namun tidak boleh lebih dari TL 1 juta.[25]
Adapun pelayanan yang diberikan Direktorat Jenderal Wakaf antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan diberikan melalui wakaf-wakaf rumah sakit. Salah satu di antaranya adalah rumah sakit yang didirikan pada tahun 1843 di Istambul oleh ibu dari Sultan Abdul Mecit yang kemudian dikenal dengan Bezmi Alan Valid Sultan Guraki Muslim. Saat ini rumah sakit tersebut masih merupakan salah satu rumah sakit moderen di Istanbul yang memiliki 1.425 tempat tidur dan kurang lebih 400 dokter, perawat dan staf.
2)      Pelayanan Pendidikan dan Sosial
Pada saat ini Turki tetap mempertahankan kelembagaan Imaret. Lembaga ini sudah dikenal sejak Zaman Turki Ustmani. Beberapa bangunan wakaf juga digunakan untuk asrama mahasiswa yang tidak mampu. Tercatat ada 50 asrama di 46 kota yang menampung lebih kurang 10.000 mahasiswa.[26]




5.      Pakistan

Pakistan dengan mata uang Rupee merupakan negara dengan pengelolaan zakat dan wakaf yang cukup baik. Pengelolaan di Pakistan pada tahun 1950an masih bersifat sukarela, baru ketika tahun 1979 mulai dibuat undang-undang yang mengatur tentang zakat dan ushr. Pengelolaan zakat di Pakistan tersentralisasi pada sebuah lembaga yang bernama Central Zakat Fund (CZF). Perlakuan zakat di Pakistan adalah wajib bagi seluruh warga negara yang telah mencapai nizab, pengambilan zakat langsung dipotong dari tabungan atau deposito warga, ada juga yang dilakukan secara tunai. Penyaluran zakat di negara ini didistribusikan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dengan skala prioritas yang telah ditentukan.
Pengelolaan wakaf di Pakistan dibawah naungan Departemen Wakaf yang tersebar di berbagai propinsi. Karena pengelolaan wakaf di negara ini mengalami proses yang panjang dengan seringnya berganti undang-undang mengakibatkan pelaksanaannya kurang efektif. Menurut Adiwarman Karim ada lima undang-undang yang mengatur tentang wakaf yaitu The Punjab Muslim Awqaf Act.1951, The Qanun-e Awqaf Islami 1945 (sekarang propinsi Bahwalpur), The North West Frontier Province Charitible Institution Act. 1949, The Musalman Waqf (Sind Amandement) Act. 1959, The Musalman Waqf (Bombay Amandement) Act, 1935.  Pada tahun 1976 undang-undang tersebut diganti dengan Awqaf (Federal Control) Act. yang berarti pengelolaan dilakukan di tingkat federal. Kemudian pada tahun 1979 pengelolaan wakaf dikembalikan lagi ke tingkat propinsi.
Dalam operasionalnya menteri wakaf membentuk direktorat konservasi dalam rangka menyelamatkan monumen bersejarah. Direktorat Konservasi Punjab, misalnya, berhasil mendapatkan penghargaan Aga Khan Award dalam bidang arsitektur. Keberhasilan Awqaf Punjab dalam mendapatkan penghargaan antara lain didorong oleh keberhasilannya mendirikan; pertama, Akademi Ulama yang menawarkan program jangka panjang (2 tahun) dan jangka pendek. Selain itu juga pengelolaan 25 sekolah agama, dan 22 perpustakaan. Kedua, pendirian Tabligh Cell untuk berdakwah di berbagai media massa. Ketiga, pendirian Rumah Sakit di Dat Darbar. Keempat, Mesjid Besar Dat Ganj Baks. Kelima, pusat riset data Ganj Bakhs Shib, Lahore yang diberi nama Markaz Ma’araf e Awlie untuk penelitian tentang para aulia. Keenam, bantuan keuangan kepada yang tidak mampu dan para janda ex mujawars. Terlihat bahwa pengelolaan wakal yang baik akan memberikan hasil yang sangat konstruktif bagi pembangunan umat, sebagaimana yang secara ringkas telah kita bahas tentang perwakafan di Pakistan.[27]
6.      Yordania
Pemerintah Yordania menetapkan pelaksanaan pengelolaan wakaf di negara itu berdasarkan pada Undang-Undang Wakaf Islam Nomor 25/1947. Undang-Undang yang mengatur tentang pengaturan wakaf tersebut kemudian diperkuat oleh Undang-Undang wakaf Nomor 26/1966. Dalam pasal 3, secara rinci disebutkan bahwa tujuan Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam antara lain adalah sebagai berikut:
1)      memelihara masjid dan wakaf serta mengendalikan urusan-urusannya;
2)      mengembangkan masjid untuk menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW dengan mewujudkan pendidikan Islam;
3)      membakar semangat jihad dan menguatkan jiwa Islam serta meningkatkan kualitas keimanan;
4)      menumbuhkan akhlak Islam dan menguatkannya dalam kehidupan kaum Muslimin;
5)      menguatkan semangat Islam dan menggalakkan pendidikan agama dengan mendirikan lembaga-lembaga dan sekolah untuk menghafal Al-Qur’an;
6)      Mensosialisasikan budaya Islam, menjaga peninggalan Islam, melahirkan kebudayaan baru Islam dan menumbuhkan kesadaran beragama.
Secara teknis, Kementerian Wakaf membentuk Majlis Tinggi Wakaf yang diketuai oleh Menteri. Majlis Tinggi Wakaf menetapkan usulan-usulan yang ada di Kementerian yang berasal dari Direktur Keuangan, kemudian Menteri membawanya kepada Dewan Kabinet untuk mendapat pengesahan. Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Wakaf selalu bersandar pada UU Nomor 26/1966. Hal ini mengingat bahwa di dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa yang berwenang mengelola harta wakaf dan mengendalikannya adalah Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam. Selain itu, Kementerian Wakaf juga harus bersandar pada peraturan-peraturan wakaf yang lain, seperti UU Wakaf Islam Nomor 25/1947.
Yang menarik adalah bahwa Wazārat al Auqāf mampu ikut serta dalam meningkatkan peranan perempuan dalam pembangunan. Kementerian Wakaf mengelola wakaf dengan mengutamakan perlengkapan administrasi wakaf yang memadai sesuai saran para ahli. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, Kementerian Wakaf menggunakan berbagai macam cara. Adapun cara-cara pengembangan wakaf yang dilakukan Kementerian Wakaf antara lain; (1) mengembangkan hasil harta wakaf itu sendiri; (2) menyewakan tanah-tanah wakaf dalam waktu yang lama; (3) kementerian Wakaf meminjam uang kepada pemerintah untuk membangun proyek-proyek pembangunan tanah wakaf yang ada di kota Amman, Aqabah dan lain-lain; (4) menanami tanaman-tanaman di tanah pertanian.
Dalam UU tersebut disebutkan bahwa yang termasuk dalam urusan Kementerian Wakaf dan Urusan Perkembangan Wakaf dari Tradisi Menuju Regulasi Agama Islam adalah wakaf masjid, madrasah, lembaga-lembaga Islam, rumah-rumah yatim, tempat pendidikan, lembaga lembaga Syari’ah, kuburan-kuburan Islam, urusan-urusan haji, dan urusan-urusan fatwa.[28]
Pengelolaan zakat dan wakaf yang sangat produktif di negara Yordania dapat kita lihat dari pembangunan diberbagai sektor yang mendukung kepentingan masyarakat umum terutama yang berada di bawah garis kemiskinan. Hasil dari pemanfaatan wakaf di Yordania diantaranya
a.       Memperbaiki perumahan penduduk di beberapa kota. Salah satu di antaranya adalah kota yang arealnya seluas 79 dunum (dunum adalah ukuran empat persegi dengan luas kira-kira 900 M2). Di areal tersebut terdapat tanah pertanian, yang berisi 1.346 pohon zaitun, anggur, kurma dan buah badam. Pembangunan rumah penduduk dan pengembangan pertanian tersebut kedua-duanya merupakan proyek pertanian Kementerian Perwakafan.
b.      Membangun perumahan petani dan pengembangan tanah pertanian di dekat kota Amman. Wilayah tersebut luasnya 84 dunum, dan di dalamnya terdapat 1.600 pohon anggur, zaitun, buah badam dan kurma.
c.       Mengembangkan tanah pertanian sebagai tempat wisata di dekat Amman. Di tanah pertanian ini terdapat 2300 pohon zaitun, anggur, kurma, dan buah badam.
d.      Membangun sebuah tempat suci di daerah Selatan. Areal tersebut luasnya 122 dunum, terdapat 350 pohon zaitun dan tanah pertanian ini akan dikembangkan terus-menerus dengan dana wakaf. Di samping daerah-daerah Tepi Timur, proyek wakaf bidang pertanian juga dilakukan di wilayah Tepi Barat antara lain pertanian pohon zaitun di al-Khalil (Hebron) yang memiliki tanah wakaf berupa tanah pertanian yang cukup luas.

Selain itu, pemanfaatan wakaf banyak digunakan untuk pengembangan dan pembangunan sarana pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh Wizaqul Auqaf Kerajaan Yordania seperti:
a.       Membuka beberapa lembaga pendidikan tinggi antara lain: Fakultas Da’wah, Ushuluddin dan Syari’ah.
b.      Mendirikan beberapa lembaga pen¬didikan di Aman dan Yerusalem serta Qalqiiliyyah, Khalil, Nablus dan Junain.
c.       Mendirikan 53 tempat belajar al-Qur’an dan al-Hadis.
d.       Mengalokasikan dana wakaf pada madrasah, rumah-rumah yatim Islam yang mengajarkan keterampilan.
e.        Mendirikan percetakan mushaf al-Qur’an dan percetakan di Amman yang mencetak barang-barang cetakan yang diperdagangkan.
f.        Mendirikan kurang lebih 250 perpustakaan di mesjid-mesjid dan kota-kota kerajaan.
g.      Setiap tahun Kementerian memberikan beasiswa untuk belajar di Universitas Yordania.
h.      Mendirikan lima kantor (semacam Islamic Centre) di kota-kota kerajaan.
i.        Memberikan bantuan kepada rumah sakit, membantu fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
j.        Menerbitkan majalah Islam di Amman, serta mener-bitkan buku-buku agama.[29]




                                                               







BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
1.      Perkembangan dan pengelolaan zakat dan wakaf di negara-negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania, Brunei Darussalam).
a.       Malaysia
Di Malaysia terdapat pajak dan zakat, namun di malaysia telah dijalankan  zakat sebagai pengurang pajak, yang mana kebijakan ini sangat efisien, di mana adanya pengurangan pajak oleh zakat tersebut, dan ini sudah lama diterapkan oleh Malaysia. Dimana dengan sistem ini, malah justru meningkatkan perolehan pajak dan zakat. Di dalam UU zakat di Malaysia tercantum bagi wajib zakat yang tak membayarkan zakatnya, adapun sanksi itu berupa hukum perdata dan hukum pidana.
Pendistribusian zakat di Wilayah Persekutuan sebagai contoh, melalui program-program bantuan langsung untuk Fakir dan Miskin semisal bantuan makanan, bantuan keuangan, bantuan medis, sekolah, seragam sekolah, kontrak rumah, bencana alam, pernikahan dan usaha. Bantuan tidak langsung dapat berbentuk pemberian manfaat tidak langsung, seperti Institut Kemahiran.
Di samping itu, wakaf juga memegang peranan penting dalam pembangunan rumah-rumah anak yatim serta pembiayaan yang diperlukan untuk pendidikan mereka. Dengan demikian perwakafan di Malaysia tidak terbatas hanya dalam bentuk pembangunan masjid semata-mata.
Dengan demikian perwakafan di Malaysia tidak terbatas hanya dalam bentuk pembangunan masjid semata-mata. Salah satu contoh pengelolaan wakaf di Malaysia adalah peranan YADIM yang bertugas mengelola skim wakaf berdasarkan konsep pelaksanaan wakaf menurut Islam.
Praktek pelaksanaan ibadah wakaf di Malaysia mulai subur dan berkembang dengan pembangunan pondok-pondok pengajian agama secara tradisional yang mempengaruhi masyarakat setempat untuk mewakafkan harta mereka.
b.      Brunei Darussalam
Pentadbiran dan Pengurusan zakat di Negara Brunei Darussalam adalah di bawah kuasa Majlis Ugama Islam Brunei (MUIB). Pentadbiran dan pengurusan zakat fitrah di Negara Brunei Darussalam mulai berjalan dengan teratur dan sempurna sejak Undang-Undang Zakat Fitrah disahkan pada tanggal 11 Syawal 1389H bertepatan dengan 1 Januari 1969M. Di mana dengan  ini, Majlis Ugama Islam berkuasa memungut semua zakat fitrah serta membagi-bagikannya kepada yang berhak di seluruh Negara Brunei Darussalam.
Di Negara Brunei Darussalam telah ditetapkan bahwa hanya 6 golongan saja yang berhak menerima zakat yaitu: fakir, miskin, amil, ibnu sabil, Al-Gharimin, dan muallaf.
Negara Brunei Darussalam menyerahkan segala urusan mengenai wakaf kepada Majlis Ugama Islam yaitu berdasarkan peruntukan undang-undang yang tercantum dalam Undang-Undang Negara Brunei Darussalam yaitu Akta Majelis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah Kadi Penggal 77 dalam bab 98 dan 100.

c.       Mesir
Pemerintah Mesir memiliki undang-undang yang berkaitan dengan zakat. Undang-undang No 48 tahun 1977 yang menyatakan bahwa bank diwajibkan untuk memotongi zakat pada modal dan keuntungan pemegang saham dan menetapkan dana otonom untuk zakat dalam bank.
Di negeri ini wakaf telah berkembang dengan menakjubkan kerena memang dikelola secara professional. Dalam rangka memudahkan pelaksanaan undang-undang ini, maka pemerintah membentuk struktur kepengurusan wakaf yang terdiri dari ketua badan atau lembaga dan direktur umum. Adapun harta benda yang dikelola oleh badan ini: pertama, harta yang dikhususkan oleh pemerintah untuk anggaran umum, kedua, barang yang menjadi jaminan hutang, ketiga, hibah, wasiat dan sedekah, keempat, dokumen, uang atau harta yang harus dibelanjakan dan sesuatu yang sudah menjadi haknya untuk dikelola sesuai dengan Undang-undang No. 70 tahun 1972. Kelima, hasil lain yang berguna untuk meningkatkan dan mengembangkan harta wakaf.
Sebagai negara yang sudah cukup lama mengelola harta wakaf, Mesir telah berhasil mengembangkan wakaf untuk pengembangan ekonomi umat. Di antara faktor-faktor yang menjadi pendukungnya adalah: Pertama, pihak pengelola wakaf menyimpan hasil harta wakaf khair di bank sehingga dapat berkembang. Kedua, untuk pembangunan ekonomi umat, pemerintah khususnya Departemen Perwakafan ikut berpartisipasi dalam mendirikan Bank Syari’ah. Ketiga, Departemen Perwakafan melakukan kerjasama dengan pihak lain sebagai penanam modal untuk pendirian pabrik, rumah sakit Islam, pemeliharaan ternak, bank untuk perumahan dan bangunan dan lain-lain. Keempat, Departemen Perwakafan mengelola tanah wakaf yang kosong untuk dikelola secara produktif melalui pendirian lembaga lembaga perekonomian, bekerja sama dengan perusahaan besi dan baja.
d.      Turki
Bank Indonesia (BI) meluncurkan dokumen Zakat Core Principal pada World Humanitarian Summit of United Nations di Istanbul, Turki pada 23 Mei 2016. Dokumen ini memuat prinsip-prinsip pengelolaan zakat. Prinsip-prinsip utama pengelolaan zakat tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen zakat agar semakin efektif dalam memobilisasi dana sosial publik bagi peningkatan kesejahteraan umat di berbagai belahan dunia.
Zakat juga diharapkan bisa mendorong pengelolaan yang lebih governance, akomodatif, dan sejalan dengan kerangka peraturan yang terkait dengan sub-sektor keuangan syariah lainnya, serta mendukung konektivitas dengan sektor riil dan pembangunan modal manusia.
Pengelolaan wakaf di Turki dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Tidak hanya Direktorat Jendral Wakaf, namun wakaf juga dikelola oleh Muttawali. Adapun pelayanan yang diberikan Direktorat Jenderal Wakaf antara lain adalah sebagai berikut: pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan dan sosial.
e.       Pakistan
Pengelolaan zakat di Pakistan bersifat sentralistik yang disebut dengan Central Zakat Fund (CZF). Zakat diwajibkan kepada setiap warga negara Pakistan yang hartanya telah mencapai nisab. Zakat langsung dipotong dari harta muzakki pada item-item tertentu seperti: pemotongan langsung dari account tabungan dan deposito, sertifikat deposito, sertifikat investasi, obligasi pemerintah, saham perusahaan dan polis asuransi. Sedangkan harta lainnya diserahkan kepada muzakki untuk menunaikannya, seperti zakat uang cash, zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat industri, dan sebagainya.
Penyaluran zakat di Pakistan didistribusikan ke delapan asnaf dengan memperhatikan skala prioritas sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-undang: “prioritas utama diberikan kepada fakir miskin terutama para janda, orang cacat baik dengan cara langsung atau tidak langsung seperti melalui pendidikan resmi sekolah, pendidikan keterampilan, rumah sakit, klinik, dan lainnya.
Pengelolaan wakaf di Pakistan dibawah naungan Departemen Wakaf yang tersebar di berbagai propinsi. Karena pengelolaan wakaf di negara ini mengalami proses yang panjang dengan seringnya berganti undang-undang mengakibatkan pelaksanaannya kurang efektif.
f.       Yordania
Di yordania terdapat sistem dimana pembayaran zakat memungkinkan untuk di kurangi jumlah yang dibayarkan zakat dari penghasilan kena pajak. Shunduq Zakat Yordania dalam operasionalnya mendayagunakan kelompok kerja yang tersebar di seluruh Yordania yang disebut dengan Lajnah Zakat (Komisi Zakat).
Pemerintah Yordania menetapkan pelaksanaan pengelolaan wakaf di negara itu berdasarkan pada Undang-Undang Wakaf Islam Nomor 25/1947. Undang-Undang yang mengatur tentang pengaturan wakaf tersebut kemudian diperkuat oleh Undang-Undang wakaf Nomor 26/1966.
Pengelolaan zakat dan wakaf yang sangat produktif di negara Yordania dapat kita lihat dari pembangunan diberbagai sektor yang mendukung kepentingan masyarakat umum terutama yang berada di bawah garis kemiskinan.

2.      Dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan zakat dan wakaf di negara Muslim (Malaysia, Mesir, Turki, Pakistan, Yordania).
Seperti yang diketahui, bahwa pengaruh ziswaf sangat signifikan dalam menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial, terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Dengan adanya pengentasan kemiskinan melalui program ziswaf maka Negara tersebut telah berhasil dalam  meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi tidak berarti bahwa maksud dan tujuan ziswaf tidak terbatas pada pengentasan kemiskinan, melainkan memperluas kepemilikan dengan memperbanyak volume kepemilikan dan juga mengubah orang-orang miskin menjadi orang yang berkecukupan.
Melihat peranannya dalam dimensi ekonomi maupun sosial dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, dan aman. Selain itu, dengan adanya wakaf, banyak didirikannya masjid-masjid, sekolahan, panti asuhan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan akses kesejahteraan masyarakatnya.









DAFTAR PUSTAKA

Faisal. 2011. Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce Dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve). Volume XI, Nomor 2.
Nadhari ,Abdullah Khatib. 2013. Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2.
Suwaidi , Ahmad, 2011. Wakaf dan Penerapannya di Negara Muslim . Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2.
Hadi, Solikhul, 2015. Perkembangan Wakaf dari Tradisi Menuju Regulasi. Jurnal  Ziswaf, Vol. 2, No. 1.
Sakti , Ali, 2007, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, Jakarta : Paradigma & AQSA Publishing,
Febrianti. 2011. Praktek Pengelolaan Zakat di Negara Muslim.  Kearsipan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Azizy , Ahmad Qodri Abdillah, 2004,  Membangun Fondasi Ekonomi Umat Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://tulisananie.blogspot.co.id/2016/02/ziswaf-zakat-sedekah-wakaf-dan-infak.html
http://www.muib.gon.gn/ Majelis Ugama Islam Brunei-Pentadbiran Zakat.
http://www.muib.gon.gn/ Majelis Ugama Islam Brunei-Cara Pungutan Zakat.
http://myworldvallata.blogspot.co.id/2015/11/makalah-ziswaf-di-beberapa-negara-muslim.html.
http://hajiumrahnews.com/2016/05/30/bi-luncurkan-standar-internasional-pengelolaan-zakat-di-turki/






[1]Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern,
Jakarta : Paradigma & AQSA Publishing, 2007, hlm.192
[2]Ibid
[3]Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat Meneropong
Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hlm.123

[4]http://tulisananie.blogspot.co.id/2016/02/ziswaf-zakat-sedekah-wakaf-dan-infak.html . Diaksespada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 14:26
[5] Faisal. Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce Dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve). Volume XI, Nomor 2, 2011. hal. 255
[6] Abdullah Khatib Nadhari. Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013. hal 61
[7]Faisal. Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve). Volume XI, Nomor 2,2011.  hal. 256
[8] http://www.muib.gon.gn/ Majelis Ugama Islam Brunei-Pentadbiran Zakat. Diakses pada 20 oktober 2016, pukul 12.46 wib.
[9] http://www.muib.gon.gn/ Majelis Ugama Islam Brunei-Cara Pungutan Zakat. Diakses pada 20 oktober 2016, pukul 13.07 wib.
[10] Febrianti. Praktek Pengelolaan Zakat di Negara Muslim.  Kearsipan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Hlm. 66.
[13] Abdullah Khatib Nadhari. Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013. Hlm.65.
6  Ibid . Hlm. 67.   
[15]Ahmad Suwaidi, Wakaf dan Penerapannya di Negara Muslim. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2. 2011. Hlm.14.

[16]http:// syariah/PENGELOLAAN-ZAKAT-DAN-WAKAF-DI-NEGARA-NEGARA-MUSLIM.htm. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2016, pukul 10:37 wib.
[17]http:// syariah/PENGELOLAAN-ZAKAT-DAN-WAKAF-NEGARA-NEGARA-MUSLIM.htm. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2016, pukul 10:40 wib
[18] http://www.muib.gon.gn/ Majelis Ugama Islam Brunei. Diakses pada 19 oktober 2016, pukul 22.14 wib.
[20]http:/// ZAKAT DAN WAKAF/WAKAF - NEGARA-NEGARA-ISLAM.htm. Diakses pada tanggal 18 Oktober, Pukul 13:10 wib.
[22] Ibid. pukul 13.30 wib.
[23] Ibid. pukul 14.02 wib.

[24] Solikhul Hadi. Perkembangan Wakaf dari Tradisi Menuju Regulasi. Jurnal  Ziswaf, Vol. 2, No. 1, 2015.  hal. 35
[25]http:/// syariah/PENGELOLAAN-ZAKAT-DAN-WAKAF-DI-NEGARA-NEGARA-MUSLIM.htm. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2016, pukul 10:33 wib.
[26]http:///syariah/PENGELOLAAN-ZAKAT-DAN-WAKAF-DI-NEGARA-NEGARA-MUSLIM.htm. Diakses pada tanggal 18 Oktober, pukul 10:35 wib.

[28] Solikhul Hadi, Perkembangan Wakaf dari Tradisi Menuju Regulasi. ZISWAF, Vol. 2, No. 1, Juni. 2015. Hlm.32.
[29] http://wakafproduktif.org/wakaf-produktif-di-yordania/ diakses pada tanggal 18 oktober 2016, pukul 21.58 wib.


1 komentar: