Minggu, 19 Februari 2017

Manajemen Dana Bank Syariah : Sumber Dana Bank Syariah dan Klasifikasinya



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank sebagai suatu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana. Dana yang terhimpun kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank menghimpun dana disebut funding (penghimpun dana). Sementara itu, kegiatan menyalurkan dana disebut lending (penyaluran dana). Dalam menjalankan kedua aktivitas tersebut, bank harus menjalankan dengan penuh amanah karena menyangkut kepercayaan masyarakat yang mempercayakan dananya kepada bank.
Menurut pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 2003 tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur).
Dalam fungsinya sebagai intermediasi antara deposan dengan kreditur, maka bank harus melakukan kegiatan penghimpunan dana dari pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada kreditur. Dalam makalah ini nantinya akan dibahas mengenai sumber-sumber dana bank syariah. Demikian materi yang akan kami sampaikan dalam makalah ini, semoga dapat bermanfaat.



B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, pembahasan penulis merucut pada permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja sumber-sumber dana bank syariah dan bagaimana klasifikasinya?
2. Apa saja sumber-sumber dana bank konvensional?
3. Bagaimana perbedaan sumber dana bank syariah dan bank konvensional?


C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis apa saja sumber-sumber dana bank syariah dan bank konvensional serta apa perbedaan sumber dana di keduanya.






















BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber-sumber Dana Bank Konvensional
Dana bank yang digunanakan sebagai alat untuk melakukan aktivitas usaha dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sumber dana sendiri, pinjaman, dan pihak ketiga.
1.       Dana sendiri
Dana sendiri disebut juga dengan dana modal atau dana pihak 1, merupakan dana yang dihimpun dari pihak para pemegang saham bank atau pemilik bank. Dana yang dihimpun dari pemilik tersebut dapat digolongkan menjadi :[1]
a.         Modal disetor
           Modal disetor merupakan dana awal yang disetorkan oleh pemilik pada saat awal bank didirikan. Setiap bank yang akan didirikan harus memiliki sejumlah modal tertentu sebagai modal pendirian. Modal tersebut pada umumnya digunaan untuk pengadaan aktiva tetap, seperti pembelian gedung kantor, investaris kantor, computer, dan kendaraan. Disamping itu, sebagian dari modal disetor tersebut digunakan untuk biaya pendirian dan promosi untuk menarik peminat masyarakat kepada bank yang akan didirikan.[2]
b.        Cadangan
           Cadangan sangat diperlukan oleh bank terutama untuk antisipasi apabila terdapat kerugian dimasa yang akan datang. Menurut Kuncoro dan Suharjono “Cadangan yaitu bagian dari laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan lainnya yang akan digunakan untuk menutup timbulnya risiko dikemudian hari.”[3]
c.        Sisa Laba
           Sisa laba merupakan akumulasi dari keuntungan yang diperoleh bank setiap tahun. Sisa laba merupakan laba yang menjadi milik pemegang saham, akan tetapi dalam rangka meningkatkan modal bank, maka dalam rapat umum pemegang saham, diputuskan laba tersebut tidak dibagi, akan tetapi digunakan untuk menambah modal bank.[4]
    Sisa Laba terdiri dari :[5]
a.        Laba/rugi Tahun-tahun Lalu.
Merupakan akumulasi laba/rugi tahun-tahun lalu.
b.        Laba/Rugi Tahun Berjalan.
Merupakan laba/rugi yang diperoleh pada tahun berjalan.
       Besarnya modal bank dapat menimbulkan dampak positif terhadap keberadaannya, karena bank dengan modal besar akan lebih mendapat kepercayaan dari masyarakat didalam negeri maupun masyarakat luar negeri. Masyarakat akan lebih aman menyimpan dananya disebuah bank yang memiliki modal besar.

2.  Dana Pinjaman
a.     Pinjaman Dari Bank Lain didalam Negeri
          Pinjaman yang berasal dari bank lain ini biasa dikenal dengan pinjaman antarbank (Interbank Call Money). Pinjaman tersebut diperlukan apabia terdapat kebutuhan dana mendesak yang diperlukan oleh bank dalam rangka menutup kekurangan likuiditas yang diwajibkan oleh Bank Indonesia. Misalnya, bank sedang kalah kliring, kemudian kalah kliring tersebut dapat menimbulkan saldo giro bank di Bank Inddonesia negative.[6]
          Dalam rangka tetap menjaga kepercayaan nasabah, maka bank harus mendapat dana untuk menutup saldo giro pada Bank Indonesia yang negative tersebut. Bank perlu melakukan pinjaman kepada bank lain melalui Interbank Call Money. Interbank Call Money adalah pinjaman antarbank dalam jangka pendek.[7]
          Dalam praktik perbankan, Interbank Call Money kadang-kadang jangka waktunya hanya dalam satu hari. Pinjaman antarbank yang jangka waktunya hanya dalam satu hari disebut dengan Overnight Call Money. Instrumen yang digunakan sebagai alat dalam pinjaman antarbank tersebut antara lain promes, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) dan sertifikat deposito.

b.       Pinjaman Dari Bank atau Lembaga Keuangan di Luar Negeri
                       Pinjaman berasal dari luar negeri harus melalui Bank Indonesia. Bank Indonesia bertindak sebagai pengawas pinjaman luar negeri tersebut. Jangka waktu pinjaman yang diberikan adalah jangka menengah dan jangka panjang. Pinjaman tersebut sangat dibutuhkan oleh bank karena sifat pengembaliannya yang relative lama, sehingga bisa dikatakan dana permanen.[8]
                       Dengan memperoleh pinjaman jangka panjang, maka bank akan lebih mudah mengalokasikan dana tersebut karena tingkat pengembaliannya lebih lama. Pada umumnya, pinjaman tersebut diberikan kepada bank milik pemerintah, tetapi tidak semua bank dapat memperoleh pinjaman ini.

c.     Pinjaman Dari Lembaga Keuangan Bukan Bank
                       Pinjaman dari LKBB ini tidak merupakan pinjaman atau kredit, dalam arti bank tidak memperoleh dana tunai dari pihak kreditor. Pinjaman ini biasanya merupakan penjualan surat berharga kepada pihak lembaga keuangan bukan bank yang belum jatuh tempo. Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank antara lain; deposit on call, dan sertifikat deposito.

d.    Obligasi
                      Obligasi merupakan surat utang jangka panjang. Dengan menerbitkan obligasi dan menjualnya, maka bank memperoleh dana dari pembelinya. Pembeli obligasi bisa bank, bukan bank, maupun perorangan.

3.  Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga biasanya lebih dikenal dengan dana masyarakat, merupakan dana yang menghimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha. Bank menawarkan produk simpanan kepada masyarakat dalam menghimpun dananya.
Sumber dana yang berasal dari pihak ketiga ini antara lain :[9]
·         Simpanan giro (demend deposit)
·         Tabungan (saving)
·         Deposito (time deposit)
a.      Simpanan giro
Simpanan giro merupakan simpanan yang diperoleh dari masyarakat atau pihak ketiga yang bersifat penarikannya adalah dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan cek dan bilyet giro atau sarana perintah bayar lainnya atau pemindah bukuan. Simpanan giro ini dapat ditawarkan kepada seluruh masyarakat baik perorangan maupun badan usaha. Simpanan giro sangat bermanfaat bagi masyarakat yang melakukan aktivitas usaha, karena pemegang rekening giro akan banyak mendapat kemudahan dalam melakukan transaksi usaha.[10]
Masyarakat sangat membutuhkan produk giro karena giro adalah uang giral yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran, dengan menggunakan sarana penarikan berupa cek dan sarana pemindah bukuan berupa bilyet giro. Pertimbangan utama nasabah memiliki rekening giro ialah karena kemudahan yang ingin di peroleh oleh nasabah. Memiliki rekening giro sama dengan memiliki uang tunai, karena sifat rekening giro yang dapat ditarik setiap saat.
Dalam memberikan pelayanan kepada nasabah pemegang rekening giro, biasanya bank juga memberikan fasilitas lainnya, seperti pinjaman overdraft (cerukan), yaitu pinjaman yang diberikan kepada nasabah untuk menanggulangi apabila terjadi penarikan dana giro dengan menggunakan cek atau bilyet giro yang melebihi saldonnya. Pinjaman overdraft diberikan kepada nasabah tertentu yang loyal kepada bank.[11]

b.      Tabungan
Tabungan merupakan jenis simpanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu sesuai perjanjian antara bank dan pihak nasabah. Dalam perkembangannya, penarikan  tabungan dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan sarana penarikan berua slip penarikan, ATM, surat kuasa, dan syarat lainnya yang disamakan dengan itu.
Undang-undang No. 10 1998 mendefinisikan, bahwa tabungan hanya dapat ditarik sesuai dengan syarat tertentu yang diperjanjikan antara bank dan nasabah. Bank masih mensyaratkan adanya saldo minimal yang harus dipelihara oleh setiap nasabah. Besarnya saldo minimal tersebut tergantung pada kebijakan masing-masing bank. Saldo minimal tersebut digunakan sebagai cadangan apabila nasabah akan nutup rekening tabungannya.[12]
Dalam perkembangannya terdapat beberapa bank yang menyediakan fasilitas ATM bersama, sehingga nasabah dapat menarik tabungannya melalui bank bank lain, sepanjang bank tersebut memiliki kerja sama. Bank tertentu melayani penarikan melalui teller untuk jumlah penarikan lebih dari 2.500.000. penarikan sejumlah sampai dengan 2.500.000 hanya dilakukan melalui ATM.
c.       Deposito
Deposito merupakan jenis simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan antara bank dengan nasabah.
Menurut Mudrajat kuncoro dan Suharjono, Deposito adalah simpanan berjangka yang dikeluarkan oleh bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan sebelumnya.[13]
Deposito di bedakan menjadi tiga jenis yaitu :[14]
·         Deposito berjangka (time deposit)
·         Sertifikat deposito (certifikate of deposit)
·         Deposit on call
1.      Deposito berjangka
Deposito berjangka merupakan simpanan berjangka yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Pemegang deposito berjangka akan mendapat bilyet deposito sebagai bukti hak milik. Deposito berjangka tidak dapat di perjual belikan. Pembayaran bunga dilakukan setiap tanggal valuta, tanggal dimana deposito tersebut dibuka.
2.      Sertifikat deposito
Sertifikat deposito merupakan simpanan berjangka yang diterbitkan dengan mnggunakan sertifikat sebagai bukti pemilik oleh pemegang haknya. Sertifikat deposito dapat dicairkan oleh siapapun yang membawa dan menunjukan kepada bank yang menerbitkan, dan dapat diperjual belikan. Pembayaran bunga dapat dilakukan pada saat pembelian (bunga dibayar dimuka).
3.      Deposito On Call
Deposito on call adalah jenis simpanan yang berjangka penarikannya perlu memberitahukan dahulu kepada bank penerbit deposit on call. Dasar pencairannya sama dengan deposito berjangka yaitu dengan mengembalikan bilyet deposit on call nya. Dan bunga di bayar pada saat pencairan.

B. Sumber-sumber Modal Bank Konvensional
George H Hempel membagi modal bank dalam tiga bentuk utama yaitu pinjaman subordinasi, saham preferen dan saham biasa. Beberapa jenis pinjaman subordinasi dan saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa, dan saham biasa dapat dikembangkan, baik secara eksternal maupun internal.[15]
Pinjaman Subordinasi terdiri dari semua bentuk kewajiban berbunga yang dibayar kembali dalam jumlah yang pasti (fixed) dalam jangka waktu tertentu. Bentuk pinjaman subordinasi bervariasi dari Capital Notes sampai debenture dengan jangka waktu yang lebih panjang. Surat hutang dalam jumlah kecil dapat diterbitkan dan dijual langsung kepada nasabah bank. Capital Notes lain dan beberapa debenture kecil dapat diterbitkan dan dijual kepada bank koresponden. Debenture dalam jumlah besar dengan jangka waktu yang lebih panjang ditempatkan secara private atau dapat dijual melalui investment bank kepada masyarakat (lembaga keuangan seperti Asuransi, dan Dana Pensiun).[16]
Penentuan sumber-sumber permodalan bank yang tepat adalah didasarkan atas beberapa fungsi penting yang dapat diperani oleh modal bank . Misalnya, bila modal harus berfungsi menyediakan proteksi terhadap kegagalan bank, maka sumber yang paling tepat adalah modal ekuitas (equity capital). Modal ekuitas merupakan penyangga untuk menyerap kerugian dan kecukupan penyangga itu adalah kritikal bagi solvabilitas bank. Oleh karena itu bila kerugian bank melebihi net worth maka likuidasi harus terjadi. Bila modal itu disediakan untuk memberikan proteksi terhadap kepentingan para deposan, maka pinjaman subordinasi dan debentures juga berfungsi seperti equity capital. Bila kerugian melebihi modal ekuitas maka bank harus dilikuidasi, tetapi dana yang dipasok oleh pemberi modal pinjaman dan pemilik debentures harus menjadi penyangga untuk melindungi kepentingan para deposan. Jadi modal pinjaman tidak secara langsung melindungi kegagalan atau kerugian bank.[17]
C. Sumber-sumber Dana Bank Syariah
Pertumbuhan pada perbankan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.[18]
Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki Bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan.[19] Uang tunai yang dimiliki bank dan dikuasinya tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah cadangan modal yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal dari masyarakat lembaga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari bank sentral.[20] 
Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli uang itu digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui transaksi perdangan, industri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.[21]
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk:[22]
a)       Titipan (wadiah), simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b)      Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
c)       Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi, bank tidakikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi itu.

Dengan demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari:
a)       Modal inti (core capital)
                      Modal inti adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:[23]
1.       Modal yang disetor oleh para pemegang saham; sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
2.       Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.
3.       Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dan modal lebih lanjut.
b)       Kuasi ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahib al maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.
                       Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:[24]
1.       Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
2.       Rekening investasi khusu, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabh muqayyadah. Bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus.
3.       Rekening Tabungan Mudharabah, prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang, dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu, tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah.
c)       Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).
                       Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.[25]
                       Titipan wadiah ini dikembangkan dalam bentuk rekning giro wadiah  dan rekening tabungan wadiah.

























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Dalam pandangan syariah, modal pinjaman (subordinated loan) itu termasuk dalam kategori qard, yaitu pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam literatur fiqh Salaf Ash Shalih, qard dikategorikan dalam aqad tathawwu’ atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial . Pemberi pinjaman tidak boleh meminta imbalan atas pemberian pinjaman tersebut, karena setiap pemberian pinjaman yang disertai dengan permintaan imbalan termasuk kategori riba. Penerima pinjaman wajib menjamin pengembalian pinjaman tersebut pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu qard mempunyai derajat preferensi yang tinggi, setara dengan kewajiban atau hutang lainnya. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka tidak beralasan bagi qard untuk ikut menanggung resiko atau memberikan proteksi terhadap kegagalan atau kerugian bank ataupun memberikan proteksi terhadap kepentingan deposan. Dengan demikian pinjaman subordinasi tidak dapat dipertimbangkan untuk diperhitungkan sebagai modal bagi bank syariah.
Sebagaimana diuraikan pada tulisan sebelumnya, sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.






DAFTAR PUSTAKA

Ismail. 2010. Manajemen Perbankan (Dari Teori Menuju ). Jakarta: Kencana.
Muhammad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Sinungan, Mucdrasah. 1999. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Ismail, Manajemen Perbankan,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 40.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 41.
[4] Ibis., hlm. 41.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid., hlm. 42.
[8] Ibid., hlm 42.
[9] Ibid., hlm 43.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid., hlm. 44.
[13] Ibid., hlm. 45.
[14] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm. 114.
[19] Mucdrasah Sinungan, Manajemen Dana Bank (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 84.
[20] Muhammad, Op.Cit. hlm. 115.
[21] Ibid.
[22] Ibid., hlm 115-116.
[23] Ibid., hlm 117.
[24] Ibid., hlm 118.
[25] Ibid., hlm 119.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar