Minggu, 19 Februari 2017

Struktur dan Kebutuhan Pembiayaan pada Bank Syariah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Struktur pembiayaan adalah upaya untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan jenis pembiayaan yang diberikan sesuai. Selain itu, juga mencoba menetralisasi dan meminimalisasi risiko yang muncul dari adanya pembiayaan tersebut. Dalam strukturisasi ini dapat ditentukan sejumlah kondisi agar pembiayaan yang diberikan berada dalam tarif risiko yang dapat dikendalikan.
Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank.
Oleh Karena itu diperlukan adanya suatu manajemen pembiayaan syariah yang baik sehingga penyaluran dan atau dalam hal ini pembiayaan kepada nasabah bisa efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dari perusahaan maupun syariat Islam itu sendiri. Oleh karena itu kami sebagai penulis makalah ini mencoba memaparkan bagaimana konsep dari manajemen pembiayaan syariah itu sendiri sehingga diharapkan baik penulis, rekan mahasiswa, maupun masyarakat bisa lebih memahami mengenai manajemen pembiayaan syariah.
  
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan struktur pembiayaan ?
2.      Apa sajakah jenis-jenis aktiva perusahaan ?
3.      Apa sajakah 3 dasar pemikiran terkait dengan pemberian pembiayaan pada nasabah ?
4.      Bagaimanakah kriteria dalam penentuan kebutuhan pembiayaan ?

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan struktur pembiayaan.
2.      Mengetahui jenis-jenis aktiva perusahaan.
3.      Mengetahui 3 dasar pemikiran terkait dengan pemberian pembiayaan kepada nasabah.
4.      Mengetahui kriteria dalam penentuan kebutuhan pembiayaan.
5.      Sebagai syarat pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen Pembiayaan Bank Syariah.


D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat makalah ini adalah metode literatur atau studi pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnalcetakdanonline.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Struktur Pembiayaan
                        Struktur pembiayaan adalah upaya untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan jenis pembiayaan yang diberikan sesuai. Selain itu, struktur pembiayaan juga mencoba menetralisasi dan meminimalisasi risiko yang muncul dari adanya pembiayaan tersebut.
B.     Jenis-jenis aktiva perusahaan
                   Perusahaan merupakan salah satu sasaran pembiayaan bank syari’ah. sebelum, perusahaan mendapatkan pembiayaan dari bank syari’ah, maka bank syari’ah sebagai lembaga yang memberi pembiayaan, akan melakukan analisis aktiva perusahaan tersebut. Dengan diketahuinya aktiva perusahaan, maka dapat ditentukan struktur dan kebutuhan pembiayaanya.
                   Pertimbangan utama dalam penentuan struktur pembiayaan adalah jenis aktiva yang dibiayai, yaitu aktiva lancar atau aktiva tetap.
                                    Struktur Aktiva PerusahaanText Box: Rupiah





                   Aktiva suatu perusahaan secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis. Ketiga jenis aktiva ini memerlukan jenis pembiayaan yang berbeda satu dengan yang lainya.[1]Ketiga aktiva ini diantaranya :
1.      Aktiva Tetap (Fixed Assets)
            Fixed Assets adalah aktiva yang tidak habis dipakai dalam satu siklus produksi dan bersifat investasi jangka panjang dari bisnis tersebut. Atas aktiva ini, pembiayaan dilakukan:
a.       Modal sendiri (equity), karena modal sendiri memiliki jangka waktu yang   tidak terbatas.
b.      Pembiayaan jangka panjang (long term debt) dengan pengembalian pembiayaan secara angsuran yang teratur dan sifat pembiayaan adalah   non-revolving.
            Aktiva tetep terdiri dari :
a.       Aktiva tetap berwujud
a)      Aktiva yang merupakan sumber dari penyusutan atau depresiasi, contohya seperti: bangunan atau gedung, peralatan, kendaraan, inventaris, mesin-mesin produksi dan lain sebagainya
b)      Aktiva yang merupakan sumber dari deplesi atau penyusutan, contohnya seperti: tambang mineral, mineral deposits atau sumber alam dan lain sebagainya.
c)      Aktiva yang tidak mengalami penyusutan atau tidak mengalami depresi, contohnya seperti: tempat atau tanah dimana bangunan perusahaan didirikan dan lain sebagainya.
b.      Aktiva tetap tidak berwujud
             Aktiva yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi memiliki manfaat yang besar bagi perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk jaminan tertentu, contohnya seperti: hak cipta, hak paten, biaya untuk riset, merk dagang, biaya untuk mendirikan perusahaan dan lain sebagainya.
            Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk aktiva tetap ini harus dibiayai dengan dana jangka panjang.
2.      Aktiva Lancar Permanen (Permanent Current Assets)
            Permanent Current Assets adalah sejumlah aktiva lancar yang harus tetap dipelihara agar operasi bisnis normal dapat berjalan lancar. Misalnya persediaan minimum yang harus dijaga agar produksi berjalan dengan lancar. Untuk aktiva jenis ini harus dibiayai oleh dana jangka panjang. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan ini dengan dana sendiri, pembiayaan yang diperlukan adalah pembiayaan jangka panjang yang pengembalianya tidak dengan diansur.
            Namun sampai saat ini belum ada Bank atau lembaga pembiayaan yang menyediakan dana jangka panjang sejenis ini. Semua pembiayaan jangka panjang yang kita kenal selalu harus diansur dengan kondisi tertentu. Untuk membiayai aktiva seperti ini, pembiayaan yang tepat adalah pinjaman revolving yang dapat diperpanjang terus menerus (evergreen loan). Selama bisnis berjalan dan kebutuhan ini tidak dapat dibiayai dengan dana sendiri, maka pembiayaan ini pasti akan terus dibutuhkan.
             Contoh dari aktiva ini adalah kas, surat berharga, piutang dagang, piutang wesel, piutang pendapatan/pendapatan, persekot beban/beban dibayar dimuka, perlengkapan, persediaan barang dagang.

3.      Aktiva Lancar Fluktuatif (Fluctuative Current Assets)
             Aktiva Lancar Fluktuatif adalah aktiva lancar yang kebutuhanya tidak menentu, tetapi selalu berfluktuasi sesuai perkembangan permintaan. Oleh karena sifatnya yang fluktuatif dan bersifat jangka pendek, pembiayaan atas aktiva ini dilakukan dengan dana jangka pendek.[2]
             Contoh dari aktiva ini adalah utang dagang, pinjaman bank jangka pendek, surat berharga komersial, penggunaan penjaminan dalam pendanaan jangka pendek.
C.    Tiga (3) Dasar Pemikiran Terkait dengan Pemberian Pembiayaan kepada Nasabah
Ada tiga (3) dasar pemikiran dalam memberikan pembiayaan yaitu :
1.      Asset Convertion Cycle (Asset Conversion Lending)
             Dasar pemikiran ini digunakan apabila Bank membiayai kebutuhan jangka pendek yang sifatnya sementara. Sesuai dengan namanya, pembiayaan ini dipakai untuk membiayai siklus konversi aset/kas. Jenis aktiva yang dibiayai adalah fluctuative current asset. Dengan pembiayaan ini bank menginginkan agar seluruh pokok pembiayaan (harga beli) dilunasi di akhir periode. Sumber pengembalian pembiayaan berasal dari terselesaikannya siklus konversi tersebut.[3]

Contoh kasus :
Pada saat menghadapi lebaran, Pak Ahmad memperkirakan penjualannya akan meningkat sebesar Rp1.500,-. HPP adalah sekitar 80% yaitu Rp1.200,-. Mulai dari pembelian bahan sampai proses produksi dibutuhkan waktu 1 bulan. Menurut rencana, seluruh pembelian bahan akan silakukan secara tunai, sedang penjualan akan dilakukan dengan memberi pembiayaan kepada pelanggan selama 3 bulan. Berapakah dana yang dibutuhkan oleh Pak Ahmad untuk menghadapi kenaikan penjualan tersebut ?

Penyelesaian :
Kondisi asset convertion cycle dari usaha tersebut dapat digambarkan :

                                                            










 






Gambar diatas menunjukan bahwa :
a.       Pak Ahmad membutuhkan pembiayaan sebesar Rp1.200,- yang harus dicairkan pada bulan I.
b.      Pada bulan ke-5 Pak Ahmad mampu membayar pembiayaan tersebut dari hasil penagihan piutang dagangnya dan sisanya adalah untuk laba usahanya.
c.       Dengan demikian jangka waktu pembiayaan yang dibutuhkan adalah 4 bulan, dengan rincian pemakaian dana : 1 bulan untuk membiayai pembelian bahan baku dan proses produksi (inventory) dan 3 bulan untuk membiayai piutang dagang.
d.      Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan Rp1.200,-, secara otomatis akan terlunasi dengan tertagihnya piutang dagang di akhir siklus konversi kas.

2.      Asset Protection Lending
             Dalam pemberian pembiayaan berdasarkan pemikiran ini, bank tidak mengharapkan pokok pembiayaan akan lunas di akhir periode. Hal ini disebabkan karena dalam asset protection lending, kita membiayai permanent current asset, yang mengikuti prinsip akuntansi going concern yaitu suatu bisnis akan terus berlangsung.[4]

Contoh kasus :
Pak Imran memiliki kebijaksanaan memelihara tingkat persediaan barang selama 1 bulan. Bebapa dana tambahan yang dibutuhkan bila Pak Imran bermaksud meningkatkan penjualannya sebesar Rp1.000,- per bulan tahun depan? Diketahui bahwa HPP adalah 80% dan seluruh penjualan dilakukan secara tunai.

Penyelelesaian :
Apabila Pak Imran tetap memelihara tingkat persediaan selama 1 bulan, peningkatan penjualan sebesar Rp1.000,- per bulan akan mengakibatkan penambahan persediaan sebesar 80% x Rp1.000,- yaitu Rp800,-. Persediaan ini akan terus dipelihara karena bila dibawah tingkat tersebut, maka perputaran persediaan Pak Imran akan berkurang menjadi dibawah 1 bulan.
Apabila kita  bermaksud memberikan pembiayaan sebesar Rp800,- dengan margin keuntungan sebesar 20%p.a, apakah Pak Imran layak menerima pembiayaan tersebut, bila diketahui biaya operasionalnya adalah 5% pertahun dari penjualan.
Untuk itu kita perlu melakukan proyeksi perhitungan laba rugi sebagai berikut :
a.       Penjualan pertahun             = 12 x Rp1.000,-                     = Rp12.000,-
b.      HPP                                    = 80% x Rp12.00,-                  =      9.600,-
c.       Laba kotor                                                                                   2.400,-
d.      Biaya Operasional              =5% x Rp12.000,-                   =          600,-
e.       Laba bersih sebelum
margin dan pajak                                                                =       1.800,-
f.       Biaya margin                      = 20% X Rp800,-                    =          160,-
Laba bersih sebelum pajak                                             = Rp1.640,-

             Perhitungan di atas hanya memperhatikan hasil dari peningkatan penjualannya. Disini terlihat bahhwa Pak Imran akan sanggup membayar margin dengan baik. Dengan memperhatikan hal tersebut maka pembiayaannya sebesar Rp800,- dapat diberikan.

3.      Cashflow Lending
             Dasar pemikiran ini dipakai apabila bank akan memberikan pembiayaan jangka panjang yang digunakan untuk membiayai pembelian aktiva tetap (fixed asset) atau investasi dan sifat pembiayaan harus non revolving. Pada cash-flow lending bank ingin agar seluruh pokok pembayaran dilunasi pada akhir periode pembiayaan, sehingga bank harus mengatur agar setiap angsuran terdapat pelunasan harga pokok pembiayaan. Untuk menentukan kemampuan pembayaran dengan pemikiran ini, kita dapat menyusun proyeksi aliran kas.[5]

            Berkaitan dengan Bank Syariah, dimana konsep pembiayaan yang digunakan merupakan konsep ekonomi islam. Maka sebelum menentukan lebih jauh mengenai struktur pembiayaan yang akan diberikan, terlebih dahulu Bank Syariahharus mengetahui bisnis atau usaha yang dilakukan calon nasabah[6]. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1.      Terdapat usaha-usaha yang jelas bertentangan dengan syariat islam atau ada kecenderungan bertentangan dengan syariah seperti : produksi dan penjualan barang haram, usaha mengandung unsur maisir, gharar, dan semacamnya. Maka, usaha tersebut sudah pasti tidak dapat diberikan pembiayaan jenis apapun juga.[7]
2.      Masing-masing usaha memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga untuk menentukan struktur dan tingkat kebutuhan pembiayaan yang akan diberikan perlu diketahui karakteristiknya. Misalnya untuk usaha perdagangan memiliki sifat musiman dan berkesinambungan, sehingga bank harus mempertimbangkan kapan pemasukan cukup besar dan kapan pemasukan mulai menurun. Hal ini berkaitan dengan penentuan struktur dan kebutuhan pembiayaan sehingga pemanfaatan dana tidak mengalami side streaming dan pembiayaan dapat dilunasi sesuai dengan waktu dan kemampuan nasabah.[8]


D.    Kriteria Penentuan Kebutuhan Pembiayaan
            Upaya untuk mengetahui, apakah suatu usaha masih membutuhkan pembiayaan (khususnya modal kerja) atau tidak, secara umum bisa digunakan dengan pendekatan cash-to-cash periode, dengan rumus: [9]

Cash to Cash Period = (   D/R + D/I – D/P  x HPP Proyeksi – NWC )
                                                      360
Keterangan :            D/R                  =  Days receivable
                              D/I                      =  Days inventory
                                 D/P                  =  Days payable
                              HPP Proyeksi  =  Proyeksi Harga Pokok Penjualan tahun   berikutnya
                                NWC             =  Net Working Capital = CA – CL

            Apabila dari perhitungan tersebut bernilai positif, berarti perusahaan masih membutuhkan dana modal kerja. Namun bila hasilnya negatif, berarti perusahaan tersebut sudah tidak membutuhkan lagi modal kerja.[10]
            Dengan melakukan struktur pembiayaan yang tepat bank dapat menentukan sumber pengembalian yang tepat dan sekaligus menentukan jangka waktu pembiayaan yang tepat untuk nasabah. Kesalahan dalam pemberian struktur pembiayaan jangka panjang yang harus di kembalikan (asset convertion lending), maka dipastikan nasabah akan mengalami kesulitan dalam pengembaliannya karena dana tersebut terikat dalam aktiva lancar yang memang tidak dimasukkan untuk dijual dengan cepat. Sebaliknya, bila bank memberikan pinjaman jangka pendek untuk pembelian aktiva tetap, beban jangka pendek perusahaan akan menjadi terlalu berat atau mengalami penurunan likuiditas.[11]



1.      Prinsip Pembiayaan
                        Dalam melakukan penilaian permohonan dan pemberian pembiayaan bank syariah, bagian costumer tentunya harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam atau pemohon (nasabah). Agar pemberi pembiayaan (pihak bank) dapat meminimalisir dan mengurangi resiko yang kemungkinan dihadapi oleh pihak bank syariah.[12]
Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 6 C + 1 S yaitu:
a.      Character
                        Penilaian terhadap watak atau karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
                        Untuk mendapat informasi yang jelas tentang karakter atau privasi nasabah:
a)      Melihat riwayat hidup
b)      Meneliti kegiatan sehari-hari calon nasabah
c)      Melihat pergaulan dan Usia
d)     Melihat reputasi dilingkungan sekitar calon nasabah.
e)      Meminta informasi dari bank lain.

b.      Capacity
                        Penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan (nasabah) untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, administrasi, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan, bahkan kemampuan untuk merebut pasar.

c.       Capital
                        Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan (nasabah) yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
                        Biasanya dalam capital tidak berbentuk uang tunai saja, tetapi bisa dalam bentuk barang modal seperti lahan, bangunan, mesin-mesin. Untuk mengukur kemampuan perseorangan, dapat dilihat dari kekayaan individu setelah kewajibannya terlunasi. Sedangkan untuk mengukur suatu perusahaan bisa dilihat dari neraca perusahaan yaitu komponen owner equity, laba ditahan dan lain-lain.[13]

d.      Collateral
                        Jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan agar lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban tersebut.
                        Biasanya jaminan  ada yang berbentuk surat dan barang berharga. Namun tidak semua jaminan berwujud (bersifat kebendaan) tetapi jaminan juga ada yang tidak berwujud, contohnya jaminan pribadi dan rekomendasi. Jaminan yang diberikan tentunya harus memiiki nilai ekonomis bagi barang-barang yang dijadikan jaminan, serta agunan tersebut harus memenuhi syarat yuridis.

e.       Condition
                        Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi sekitar yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan. Adapun yang kondisi eksternal yang perlu diperhatikan ialah, kondisi politik, perekonomian dunia, daya beli masyarakat, bentuk persaingan, persediaaan bahan baku, sistem penjualannya dan tentunya peraturan pemerintah terhadap peredaran produk-produk tertentu yang dihasilkan.

f.        Constrains
                        Penilaian faktor sosial dan psikologis dari masyarakat berupa batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan jalannya suatu usaha. Misalnya pendirian suatu usaha  pompa bensin yang disekitarnya terdapat banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.

g.      Syariah
                        Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai ialah benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan hukum Islam.

                        Dari beberapa prinsip yang sudah dijelaskan tersebut, hal yang penting dalam prinsip-prinsip ini ialah account officer, accounting officer dimana termasuk sebagai Character. Apabila prinsip tersebut terpenuhi. Maka permohonan akan diterima dan mengikuti prinsip lainnya bisa dikatakan tidak terlalu berarti.[14]

2.      Persiapan Pemberian Pembiayaan
                        Persiapan pembiayaan adalah tahapan persiapan atau proses awal dalam melakukan proses pemberian pembiayaan. Tahap ini sangatlah penting apalagi terhadap pihak nasabah yang baru pertama kali mengajukan pembiayaan ke bank. Informasi lain yang diberikan oleh pihak bank antara lain tentang tata cara pengajuan pembiayaan, syarat-syarat untuk memperoleh fasilitas pembiayaan.
                        Dalam kegiatan ini tentu saja pihak bank akan menggali informasi lebih dalam mengenai nasabah  dengan cara mengumpulkan informasi tentang calon nasabah, baik dengan cara wawancara, atau meminta bahan tertulis secara langsung kepada pihak yang bersangkutan. Informasi tesebut harus memiliki gambaran tentang kondisi suatu usaha calon nasabah yang menyangkut besarnya usaha, besarnya pembiayaan yang diminta, tuuan pengunaan dari biaya tersebut, lokasi usaha, jaminan dan surat-suratnya, serta peralatan yang dimiliki.
                        Pihak bank biasanya memberikan formulir permohonan pembiayaan kepada calon nasabah dimana terdapat keterangan informasi yang diperlukan oleh pihak bank. Dari data-data yang telah dikumpulkan, baik dari hasil wawancara, tertulis, intern bank, kemudian diolah dalam laporan pengenalan proyek.
                        Formulir permohonan pembiayaan akan memuat hal-hal berikut:
a.       Keterangan mengenai permohonan pembiayaan yang diminta
b.      Hubungan kredit dimasa lalu
c.       Keterangan mengenai pembiayaan  yang diminta
d.      Gambaran usaha 3 tahun yang lalu
e.       Rencana atau proyek usaha 3 tahun mendatang (andaikan pembiayaan diberikan)
                        Formulir tersebut harus ditandatangani oleh pemohon pembiayaan disertai cap perusahaan kemudian pihak bank akan menerima dan mencatatnya pada agenda surat masuk untuk diproses lebih lanjut.[15]


3.      Proses Pembiayaan
                        Dalam mengajukan pembiayaan tentunya memiliki proses- proses tertentu sesuai dengan kebijakan masing-masing bank atau instansi keuangan lainnya.
Ada beberapa tahapan dalam proses pembiayaan:[16]
a.       Inisiasi
                        Inisiasi merupakan tahapan awal dalam menentukan persyaratan atau tipe atau kriteria calon nasabah pembiayaan sehingga sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh pihak bank. Dalam inisiasi ini terdapat 3 hal yakni:
a)      Solisitasi
                        Ialah proses dimana pihak bank mencari calon nasabah yang sesuai dengan kriteria kebijakan bank tersebut. Tahapannya yakni dengan cara menetapkan pasar yang dituju, bisnis yang  dituju (misalnya pemberian pembiayaan ke PNS, Karyawan dll.), penetapan nasabah yang di biayai.
b)      Evaluasi
                        Ialah proses penilaian atau pengumpulan data pihak nasabah yang dilakukan oleh pihak bank dalam pembiayaan yang telah diberikan kepadanya. Biyasanya pihak bank berkujung ke nasabah, dengan membuat laporan kunjungan ke nasabah, melakukan pengupulan data-data (surat permohonan, data lengkap seperti (KTP, KK, NPWP, no Rekening, surat keterangan gaji,  jaminan, proposal usaha yang dibiayai, proyeksi aliran kas usaha), kemudian data akan dimasukkan ke file pembiayaan dan dilakukan tahapan pengidentifikasian (persetujuan, profil nasabah, laporan dari kunjungan pihak bank), tahapan Evaluasi lanjutan dengan mengevaluasi kelayakan usaha yang akan dibiayai, tujuan usaha, latar belakang nasabah, jaminan dan checking.
c)      Approval
                        Dalam proses approval merupakan lanjutan dari tahapan evaluasi dimana pada tahap ini Account Officer memprentasikan usulan pembiayaan di depan komite pembiayaan. Dimana akan ditetapkan nya usulan pembiayaan yakni diterima atau ditolak, jika ditolak berkas-berkas yang telah di masukkan kepada pihak bank akan dikembalikan semuanya, namun jika diterima maka surat atau berkas akan langsung di tandatangani pihak bank dan bank aakan memberi offering later yaitu dokumen yang menyatakan komitmen bank akan memiayai usaha nasabah.
b.      Dokumentasi
                        Pada tahap ini merupakan tahapan kedua yakni setelah pihak bank menetapkan pihak nasabah yang akan diberikan pembiayaan. Adapun dokumentasi sebelum penandatanganan (memberikan seluruh berkas yang telah disetujui pihak bank yakni akad pembiayaan, jaminan dan dokumen pendukung lainnya), sedangkan dokumentasi sebelum pencairan dana (memberikan surat permohnan realisasi pembiayaan, dan dokumen tambahan yang disyaratkan offering later)
c.       Monitoring
                        Monitoring dibagi menjdi 2 yakni monitoring aktif ialah pihak bank mengunjungi langsung pihak nasabah dan memberikan laporan kunjungan langsung kenasabah, sedangkan monitoring pasif yakni melihat pembayaran yang dilakukan nasabah kepada bank tiap akhir tahun mengadakan restrukturisasi (memperbarui struktur nasabah), rescheduling (perpanjangan jangka waktu) dan reconditioning (pengurangan dan perpanjangan jangka waktu dari dana yang dipinjam).[17]

4.      Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
                        Pembiayaan adalah suatu proses, mulai dari analisis kelayakan pembiayaan sampai pada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Aktivitas ini memiliki aspek dan tujuan tertentu.                       Untuk itu perlu dibicarakan hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan pengawasan pembiayaan.[18]
a.       Tujuan Pemantauan dan  Pengawasan Pembiayaan
a)      Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghidari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dalam bank.
b)      Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan.
c)      Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
d)     Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.
b.      Media Pemantauan
a)      Informasi dari luar bank syariah
b)      Informasi dari dalam bank syariah
c)      Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit pada beberapa bulan berjalan
d)     Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi jika ada kekeliruan yang lebih besar
e)      Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan terealisasi
f)       Meneliti buku-buku pembantu/ tambahan dan map-map yang berkaitan dengan peminjaman.[19]

5.      Tahap Keputusan Pembiayaan
                        Atas hasil laporan analisis pembiayaan, maka pihak bank melalui pemutus pembiayaan, baik berupa seorang pejabat yang ditunjuk atau pimpinan bank tersebut maupun berupa satu komite dengan anggota lebih dari satu orang pejabat, masing-masing dapat memutuskan apakah permohonan pembiayaan tersebut layak untuk diberi pembiayaan atau tidak. Dalam hal tidak, maka permohonan tersebut harus segera ditolak, surat penolakan biasanya secara tertulis dengan disertai beberapa alasan secara diplomatis namun cukup jelas.
                        Andaikata permohonan tersebut layak untuk dikabulkan maka segera pula dituangkan dalam surat keputusan pembiayaan, biasanya disertai beberapa persyaratan tertentu. Adapun surat tersebut berisi:[20]
a.       Nama dan Alamat perusahaan
b.      Nama dan Alamat pimpinan
c.       Jenis pembiayaan
d.      Tujuan kegunaan
e.       Tempo
f.       Cara penarikan dan Cara pengambilan
g.      Tingkat bunga
h.      Masa tenggang
i.        Jaminan dan syarat lainnya.
                        Di akhir surat tersebut dicantumkan tandatangan dan nama jelas, keputusan pembiayaan dilengkapi tempat dan tanggal penandatanganan.
                        Pemutus pembiayaan adalah seorang pejabat bank atau komite yang khusus diberi wewenang untuk tugas tersebut. Kewenangan memutus seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya, tergantung tingkat jabatan, kedudukan dan pangkatnya. Untuk pembiayaan-pembiayaan yang relatif besar, keputusan pembiayaan biasanya dipegang oleh Pimpinan atau Direksi bank tersebut, bahkan mungkin diputus oleh lebih dari satu orang pemutus yang meruupakan komite atau panitia pemutus, termasuk disini kemungkinan melibatkan anggota komisaris dari bank tersebut.
                        Jadi prosedur penilaian usulan pembiayaan yakni:[21]
a.       Mengajukan Permohonan
b.      Pihak bank akan megevaluasi tahap awal
c.       Survey lapangan
d.      Mengevaluasi tahap akhir
e.       Konfirmasi
f.       Akad kerjasama
g.      Realisasi Pembiayaan
h.      Monitoring
i.        Disvetasi 






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pengertian struktur pembiayaan secara garis besar adalah upaya untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan jenis pembiayaan yang diberikan sesuai.
2.      Adapun jenis-jenis aktiva perusahaan diantaranya Aktiva tetap (Fixed Assets), Aktiva Lancar Permanen (Permanent Current Assets) dan Aktiva Lancar Fluktuatif (Fluctuative Current Assets).
3.      Tiga (3) Dasar Pemikiran Terkait dengan Pemberian Pembiayaan kepada Nasabah, antara lain : Asset Convertion Cycle (Asset Conversion Lending), Asset Protection Lending, dan Cashflow Lending
4.      Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan di bank syari’ah. Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana atau pejabat pembiayaan di bank syari’ah. Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek pemohon pembiayaan.

B.     Saran
            Penulis berharap pembaca dapat mengerti dan memanfaatkan informasi yang ada makalah ini untuk bekal karier di masa depan.
            Penulis sadar bahwa dalam menyusun makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah  ini. Penulis mohon maaf jika didalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan terdapat pula kata-kata yang tidak pantas.






[1]Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2005. Hlm 74
[2]Ibid. Hlm 74-75
[3] Ibid. Hlm 75
[4] Ibid. Hlm 77
[5] Ibid. Hlm 78
[6] Ibid. Hlm 78
[7] Ibid. Hlm 78
[8] Ibid. Hlm 78
[9]Ibid. Hlm:78
[10] Ibid. hlm:79
[11]Ibid. hlm:79
[12]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[13]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html

[14]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[15]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[16]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[17]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[18]https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/manajemen-pembiayaan-syariah/

[19]https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/manajemen-pembiayaan-syariah/
[20]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html

[21]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar