BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Struktur pembiayaan adalah upaya
untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan jenis pembiayaan yang
diberikan sesuai. Selain itu, juga mencoba menetralisasi dan meminimalisasi
risiko yang muncul dari adanya pembiayaan tersebut. Dalam strukturisasi ini
dapat ditentukan sejumlah kondisi agar pembiayaan yang diberikan berada dalam
tarif risiko yang dapat dikendalikan.
Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting
karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi
penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik
akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank.
Oleh Karena itu diperlukan adanya suatu manajemen
pembiayaan syariah yang baik sehingga penyaluran dan atau dalam hal ini
pembiayaan kepada nasabah bisa efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dari
perusahaan maupun syariat Islam itu sendiri. Oleh karena itu kami sebagai
penulis makalah ini mencoba memaparkan bagaimana konsep dari manajemen pembiayaan
syariah itu sendiri sehingga diharapkan baik penulis, rekan mahasiswa, maupun
masyarakat bisa lebih memahami mengenai manajemen pembiayaan syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud
dengan struktur pembiayaan ?
2. Apa sajakah
jenis-jenis aktiva perusahaan ?
3. Apa sajakah 3 dasar
pemikiran terkait dengan pemberian pembiayaan pada nasabah ?
4. Bagaimanakah kriteria
dalam penentuan kebutuhan pembiayaan ?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan struktur pembiayaan.
2. Mengetahui jenis-jenis aktiva perusahaan.
3. Mengetahui 3 dasar pemikiran terkait dengan pemberian
pembiayaan kepada nasabah.
4. Mengetahui kriteria dalam penentuan kebutuhan
pembiayaan.
5. Sebagai syarat pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah.
D. Metode Penulisan
Metode yang
digunakan oleh penulis dalam membuat makalah ini adalah metode literatur atau
studi pustaka yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnalcetakdanonline.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Struktur Pembiayaan
Struktur
pembiayaan adalah upaya untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan
jenis pembiayaan yang diberikan sesuai. Selain itu, struktur pembiayaan juga
mencoba menetralisasi dan meminimalisasi risiko yang muncul dari adanya pembiayaan
tersebut.
B. Jenis-jenis aktiva perusahaan
Perusahaan merupakan salah satu
sasaran pembiayaan bank syari’ah. sebelum, perusahaan mendapatkan pembiayaan
dari bank syari’ah, maka bank syari’ah sebagai lembaga yang memberi pembiayaan,
akan melakukan analisis aktiva perusahaan tersebut. Dengan diketahuinya aktiva
perusahaan, maka dapat ditentukan struktur dan kebutuhan pembiayaanya.
Pertimbangan utama dalam penentuan
struktur pembiayaan adalah jenis aktiva yang dibiayai, yaitu aktiva lancar atau
aktiva tetap.
Struktur
Aktiva Perusahaan

Aktiva suatu perusahaan secara umum
dapat dibagi menjadi tiga jenis. Ketiga jenis aktiva ini memerlukan jenis
pembiayaan yang berbeda satu dengan yang lainya.[1]Ketiga
aktiva ini diantaranya :
1. Aktiva Tetap (Fixed Assets)
Fixed Assets adalah aktiva yang
tidak habis dipakai dalam satu siklus produksi dan bersifat investasi jangka
panjang dari bisnis tersebut. Atas aktiva ini, pembiayaan dilakukan:
a. Modal sendiri (equity), karena modal
sendiri memiliki jangka waktu yang tidak
terbatas.
b. Pembiayaan jangka panjang (long term
debt) dengan pengembalian pembiayaan
secara angsuran yang teratur dan sifat pembiayaan adalah non-revolving.
Aktiva tetep terdiri dari :
a. Aktiva tetap berwujud
a) Aktiva yang merupakan sumber dari
penyusutan atau depresiasi, contohya seperti: bangunan atau gedung, peralatan,
kendaraan, inventaris, mesin-mesin produksi dan lain sebagainya
b) Aktiva yang merupakan sumber dari
deplesi atau penyusutan, contohnya seperti: tambang mineral, mineral deposits
atau sumber alam dan lain sebagainya.
c) Aktiva yang tidak mengalami penyusutan
atau tidak mengalami depresi, contohnya seperti: tempat atau tanah dimana
bangunan perusahaan didirikan dan lain sebagainya.
b. Aktiva tetap tidak berwujud
Aktiva
yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi memiliki manfaat yang besar bagi
perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk jaminan tertentu, contohnya seperti:
hak cipta, hak paten, biaya untuk riset, merk dagang, biaya untuk mendirikan
perusahaan dan lain sebagainya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk
aktiva tetap ini harus dibiayai dengan dana jangka panjang.
2. Aktiva Lancar Permanen (Permanent
Current Assets)
Permanent Current Assets
adalah sejumlah aktiva lancar yang harus tetap dipelihara agar operasi bisnis
normal dapat berjalan lancar. Misalnya persediaan minimum yang harus dijaga
agar produksi berjalan dengan lancar. Untuk aktiva jenis ini harus dibiayai
oleh dana jangka panjang. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan ini
dengan dana sendiri, pembiayaan yang diperlukan adalah pembiayaan jangka
panjang yang pengembalianya tidak dengan diansur.
Namun sampai saat ini belum ada Bank
atau lembaga pembiayaan yang menyediakan dana jangka panjang sejenis ini. Semua
pembiayaan jangka panjang yang kita kenal selalu harus diansur dengan kondisi
tertentu. Untuk membiayai aktiva seperti ini, pembiayaan yang tepat adalah
pinjaman revolving yang dapat diperpanjang terus menerus (evergreen
loan). Selama bisnis berjalan dan kebutuhan ini tidak dapat dibiayai dengan
dana sendiri, maka pembiayaan ini pasti akan terus dibutuhkan.
Contoh
dari aktiva ini adalah kas, surat berharga, piutang dagang, piutang wesel,
piutang pendapatan/pendapatan, persekot beban/beban dibayar dimuka,
perlengkapan, persediaan barang dagang.
3. Aktiva Lancar Fluktuatif (Fluctuative
Current Assets)
Aktiva
Lancar Fluktuatif adalah aktiva lancar yang kebutuhanya tidak menentu, tetapi
selalu berfluktuasi sesuai perkembangan permintaan. Oleh karena sifatnya yang
fluktuatif dan bersifat jangka pendek, pembiayaan atas aktiva ini dilakukan
dengan dana jangka pendek.[2]
Contoh
dari aktiva ini adalah utang dagang, pinjaman bank jangka pendek, surat
berharga komersial, penggunaan penjaminan dalam pendanaan jangka pendek.
C. Tiga (3) Dasar Pemikiran Terkait dengan
Pemberian Pembiayaan kepada Nasabah
Ada tiga (3) dasar pemikiran dalam
memberikan pembiayaan yaitu :
1. Asset Convertion Cycle (Asset Conversion
Lending)
Dasar
pemikiran ini digunakan apabila Bank membiayai kebutuhan jangka pendek yang
sifatnya sementara. Sesuai dengan namanya, pembiayaan ini dipakai untuk
membiayai siklus konversi aset/kas. Jenis aktiva yang dibiayai adalah fluctuative
current asset. Dengan pembiayaan ini bank menginginkan agar seluruh pokok
pembiayaan (harga beli) dilunasi di akhir periode. Sumber pengembalian
pembiayaan berasal dari terselesaikannya siklus konversi tersebut.[3]
Contoh kasus :
Pada saat menghadapi lebaran, Pak Ahmad
memperkirakan penjualannya akan meningkat sebesar Rp1.500,-. HPP adalah sekitar
80% yaitu Rp1.200,-. Mulai dari pembelian bahan sampai proses produksi
dibutuhkan waktu 1 bulan. Menurut rencana, seluruh pembelian bahan akan silakukan
secara tunai, sedang penjualan akan dilakukan dengan memberi pembiayaan kepada
pelanggan selama 3 bulan. Berapakah dana yang dibutuhkan oleh Pak Ahmad untuk
menghadapi kenaikan penjualan tersebut ?
Penyelesaian :
Kondisi asset convertion cycle
dari usaha tersebut dapat digambarkan :

![]() |
|||
![]() |
Gambar
diatas menunjukan bahwa :
a. Pak Ahmad membutuhkan pembiayaan sebesar
Rp1.200,- yang harus dicairkan pada bulan I.
b. Pada bulan ke-5 Pak Ahmad mampu membayar
pembiayaan tersebut dari hasil penagihan piutang dagangnya dan sisanya adalah
untuk laba usahanya.
c. Dengan demikian jangka waktu pembiayaan
yang dibutuhkan adalah 4 bulan, dengan rincian pemakaian dana : 1 bulan untuk
membiayai pembelian bahan baku dan proses produksi (inventory) dan 3 bulan
untuk membiayai piutang dagang.
d. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan
Rp1.200,-, secara otomatis akan terlunasi dengan tertagihnya piutang dagang di
akhir siklus konversi kas.
2.
Asset Protection Lending
Dalam pemberian pembiayaan
berdasarkan pemikiran ini, bank tidak mengharapkan pokok pembiayaan akan lunas
di akhir periode. Hal ini disebabkan karena dalam asset protection lending,
kita membiayai permanent current asset, yang mengikuti prinsip akuntansi
going concern yaitu suatu bisnis akan terus berlangsung.[4]
Contoh kasus :
Pak
Imran memiliki kebijaksanaan memelihara tingkat persediaan barang selama 1
bulan. Bebapa dana tambahan yang dibutuhkan bila Pak Imran bermaksud
meningkatkan penjualannya sebesar Rp1.000,- per bulan tahun depan? Diketahui
bahwa HPP adalah 80% dan seluruh penjualan dilakukan secara tunai.
Penyelelesaian
:
Apabila
Pak Imran tetap memelihara tingkat persediaan selama 1 bulan, peningkatan
penjualan sebesar Rp1.000,- per bulan akan mengakibatkan penambahan persediaan
sebesar 80% x Rp1.000,- yaitu Rp800,-. Persediaan ini akan terus dipelihara
karena bila dibawah tingkat tersebut, maka perputaran persediaan Pak Imran akan
berkurang menjadi dibawah 1 bulan.
Apabila
kita bermaksud memberikan pembiayaan
sebesar Rp800,- dengan margin keuntungan sebesar 20%p.a, apakah Pak Imran layak
menerima pembiayaan tersebut, bila diketahui biaya operasionalnya adalah 5%
pertahun dari penjualan.
Untuk
itu kita perlu melakukan proyeksi perhitungan laba rugi sebagai berikut :
a.
Penjualan pertahun =
12 x Rp1.000,- =
Rp12.000,-
b.
HPP =
80% x Rp12.00,- = 9.600,-
c.
Laba kotor 2.400,-
d.
Biaya Operasional =5%
x Rp12.000,- = 600,-
e.
Laba bersih sebelum
margin
dan pajak = 1.800,-
f.
Biaya margin =
20% X Rp800,- = 160,-
Laba
bersih sebelum pajak =
Rp1.640,-
Perhitungan di atas hanya
memperhatikan hasil dari peningkatan penjualannya. Disini terlihat bahhwa Pak
Imran akan sanggup membayar margin dengan baik. Dengan memperhatikan hal tersebut
maka pembiayaannya sebesar Rp800,- dapat diberikan.
3.
Cashflow Lending
Dasar pemikiran ini dipakai apabila
bank akan memberikan pembiayaan jangka panjang yang digunakan untuk membiayai
pembelian aktiva tetap (fixed asset) atau investasi dan sifat pembiayaan
harus non revolving. Pada cash-flow lending bank ingin agar
seluruh pokok pembayaran dilunasi pada akhir periode pembiayaan, sehingga bank
harus mengatur agar setiap angsuran terdapat pelunasan harga pokok pembiayaan.
Untuk menentukan kemampuan pembayaran dengan pemikiran ini, kita dapat menyusun
proyeksi aliran kas.[5]
Berkaitan dengan Bank Syariah,
dimana konsep pembiayaan yang digunakan merupakan konsep ekonomi islam. Maka
sebelum menentukan lebih jauh mengenai struktur pembiayaan yang akan diberikan,
terlebih dahulu Bank Syariahharus mengetahui bisnis atau usaha yang dilakukan calon
nasabah[6].
Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1. Terdapat usaha-usaha yang jelas
bertentangan dengan syariat islam atau ada kecenderungan bertentangan dengan
syariah seperti : produksi dan penjualan barang haram, usaha mengandung unsur maisir,
gharar, dan semacamnya. Maka, usaha tersebut sudah pasti tidak dapat
diberikan pembiayaan jenis apapun juga.[7]
2. Masing-masing usaha memiliki karakteristik
yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga untuk menentukan struktur dan
tingkat kebutuhan pembiayaan yang akan diberikan perlu diketahui
karakteristiknya. Misalnya untuk usaha perdagangan memiliki sifat musiman dan
berkesinambungan, sehingga bank harus mempertimbangkan kapan pemasukan cukup
besar dan kapan pemasukan mulai menurun. Hal ini berkaitan dengan penentuan
struktur dan kebutuhan pembiayaan sehingga pemanfaatan dana tidak mengalami side
streaming dan pembiayaan dapat dilunasi sesuai dengan waktu dan kemampuan
nasabah.[8]
D.
Kriteria Penentuan Kebutuhan Pembiayaan
Upaya untuk mengetahui, apakah suatu
usaha masih membutuhkan pembiayaan (khususnya modal kerja) atau tidak, secara
umum bisa digunakan dengan pendekatan cash-to-cash
periode, dengan rumus: [9]

360
Keterangan
: D/R = Days receivable
D/I = Days inventory
D/P = Days payable
HPP
Proyeksi = Proyeksi Harga Pokok Penjualan tahun berikutnya
NWC = Net
Working Capital = CA – CL
Apabila dari perhitungan tersebut
bernilai positif, berarti perusahaan
masih membutuhkan dana modal kerja. Namun bila hasilnya negatif, berarti perusahaan tersebut sudah tidak membutuhkan lagi
modal kerja.[10]
Dengan melakukan struktur pembiayaan
yang tepat bank dapat menentukan sumber pengembalian yang tepat dan sekaligus
menentukan jangka waktu pembiayaan yang tepat untuk nasabah. Kesalahan dalam
pemberian struktur pembiayaan jangka panjang yang harus di kembalikan (asset convertion lending), maka
dipastikan nasabah akan mengalami kesulitan dalam pengembaliannya karena dana
tersebut terikat dalam aktiva lancar yang memang tidak dimasukkan untuk dijual
dengan cepat. Sebaliknya, bila bank memberikan pinjaman jangka pendek untuk
pembelian aktiva tetap, beban jangka pendek perusahaan akan menjadi terlalu
berat atau mengalami penurunan likuiditas.[11]
1. Prinsip Pembiayaan
Dalam
melakukan penilaian permohonan dan pemberian pembiayaan bank syariah, bagian costumer
tentunya harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan
kondisi secara keseluruhan calon peminjam atau pemohon (nasabah). Agar pemberi
pembiayaan (pihak bank) dapat meminimalisir dan mengurangi resiko yang
kemungkinan dihadapi oleh pihak bank syariah.[12]
Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal
dengan 6 C + 1 S yaitu:
a. Character
Penilaian
terhadap watak atau karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi
kewajibannya.
Untuk
mendapat informasi yang jelas tentang karakter atau privasi nasabah:
a) Melihat riwayat hidup
b) Meneliti kegiatan sehari-hari calon nasabah
c) Melihat pergaulan dan Usia
d) Melihat reputasi dilingkungan sekitar calon nasabah.
e) Meminta informasi dari bank lain.
b. Capacity
Penilaian
secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan (nasabah) untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana
usahanya seperti toko, karyawan, administrasi, alat-alat, pabrik serta metode
kegiatan, bahkan kemampuan untuk merebut pasar.
c. Capital
Penilaian
terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan (nasabah)
yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh
rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
Biasanya
dalam capital tidak berbentuk uang tunai saja, tetapi bisa dalam bentuk barang
modal seperti lahan, bangunan, mesin-mesin. Untuk mengukur kemampuan
perseorangan, dapat dilihat dari kekayaan individu setelah kewajibannya
terlunasi. Sedangkan untuk mengukur suatu perusahaan bisa dilihat dari neraca
perusahaan yaitu komponen owner equity, laba ditahan dan lain-lain.[13]
d. Collateral
Jaminan
yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan agar lebih
meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka
jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban tersebut.
Biasanya
jaminan ada yang berbentuk surat dan barang berharga. Namun tidak
semua jaminan berwujud (bersifat kebendaan) tetapi jaminan juga ada yang tidak
berwujud, contohnya jaminan pribadi dan rekomendasi. Jaminan yang diberikan
tentunya harus memiiki nilai ekonomis bagi barang-barang yang dijadikan
jaminan, serta agunan tersebut harus memenuhi syarat yuridis.
e. Condition
Bank
syariah harus melihat kondisi ekonomi sekitar yang terjadi di masyarakat secara
spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh
calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar
dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan. Adapun yang kondisi
eksternal yang perlu diperhatikan ialah, kondisi politik, perekonomian dunia,
daya beli masyarakat, bentuk persaingan, persediaaan bahan baku, sistem
penjualannya dan tentunya peraturan pemerintah terhadap peredaran produk-produk
tertentu yang dihasilkan.
f.
Constrains
Penilaian
faktor sosial dan psikologis dari masyarakat berupa batasan dan hambatan yang
tidak memungkinkan jalannya suatu usaha. Misalnya pendirian suatu
usaha pompa bensin yang disekitarnya terdapat banyak bengkel las
atau pembakaran batu bata.
g. Syariah
Penilaian
ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai ialah benar-benar
usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan hukum Islam.
Dari
beberapa prinsip yang sudah dijelaskan tersebut, hal yang penting dalam
prinsip-prinsip ini ialah account officer,
accounting officer dimana termasuk sebagai Character. Apabila
prinsip tersebut terpenuhi. Maka permohonan akan diterima dan mengikuti prinsip
lainnya bisa dikatakan tidak terlalu berarti.[14]
2. Persiapan Pemberian
Pembiayaan
Persiapan
pembiayaan adalah tahapan persiapan atau proses awal dalam melakukan proses
pemberian pembiayaan. Tahap ini sangatlah penting apalagi terhadap pihak
nasabah yang baru pertama kali mengajukan pembiayaan ke bank. Informasi lain
yang diberikan oleh pihak bank antara lain tentang tata cara pengajuan
pembiayaan, syarat-syarat untuk memperoleh fasilitas pembiayaan.
Dalam
kegiatan ini tentu saja pihak bank akan menggali informasi lebih dalam mengenai
nasabah dengan cara mengumpulkan informasi tentang calon nasabah,
baik dengan cara wawancara, atau meminta bahan tertulis secara langsung kepada
pihak yang bersangkutan. Informasi tesebut harus memiliki gambaran tentang
kondisi suatu usaha calon nasabah yang menyangkut besarnya usaha, besarnya
pembiayaan yang diminta, tuuan pengunaan dari biaya tersebut, lokasi usaha,
jaminan dan surat-suratnya, serta peralatan yang dimiliki.
Pihak
bank biasanya memberikan formulir permohonan pembiayaan kepada calon nasabah
dimana terdapat keterangan informasi yang diperlukan oleh pihak bank. Dari
data-data yang telah dikumpulkan, baik dari hasil wawancara, tertulis, intern
bank, kemudian diolah dalam laporan pengenalan proyek.
Formulir
permohonan pembiayaan akan memuat hal-hal berikut:
a. Keterangan mengenai permohonan pembiayaan yang diminta
b. Hubungan kredit dimasa lalu
c. Keterangan mengenai pembiayaan yang diminta
d. Gambaran usaha 3 tahun yang lalu
e. Rencana atau proyek usaha 3 tahun mendatang (andaikan
pembiayaan diberikan)
Formulir
tersebut harus ditandatangani oleh pemohon pembiayaan disertai cap perusahaan
kemudian pihak bank akan menerima dan mencatatnya pada agenda surat masuk untuk
diproses lebih lanjut.[15]
3. Proses Pembiayaan
Dalam mengajukan
pembiayaan tentunya memiliki proses- proses tertentu sesuai dengan kebijakan masing-masing
bank atau instansi keuangan lainnya.
Ada beberapa
tahapan dalam proses pembiayaan:[16]
a.
Inisiasi
Inisiasi merupakan
tahapan awal dalam menentukan persyaratan atau tipe atau kriteria calon nasabah
pembiayaan sehingga sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh pihak bank.
Dalam inisiasi ini terdapat 3 hal yakni:
a)
Solisitasi
Ialah proses dimana
pihak bank mencari calon nasabah yang sesuai dengan kriteria kebijakan bank
tersebut. Tahapannya yakni dengan cara menetapkan pasar yang dituju, bisnis yang dituju
(misalnya pemberian pembiayaan ke PNS, Karyawan dll.), penetapan nasabah yang
di biayai.
b)
Evaluasi
Ialah proses penilaian
atau pengumpulan data pihak nasabah yang dilakukan oleh pihak bank dalam
pembiayaan yang telah diberikan kepadanya. Biyasanya pihak bank berkujung ke
nasabah, dengan membuat laporan kunjungan ke nasabah, melakukan pengupulan
data-data (surat permohonan, data lengkap seperti (KTP, KK, NPWP, no Rekening,
surat keterangan gaji, jaminan, proposal usaha yang dibiayai,
proyeksi aliran kas usaha), kemudian data akan dimasukkan ke file pembiayaan
dan dilakukan tahapan pengidentifikasian (persetujuan, profil nasabah, laporan
dari kunjungan pihak bank), tahapan Evaluasi lanjutan dengan mengevaluasi
kelayakan usaha yang akan dibiayai, tujuan usaha, latar belakang nasabah,
jaminan dan checking.
c)
Approval
Dalam proses approval
merupakan lanjutan dari tahapan evaluasi dimana pada tahap ini Account
Officer memprentasikan usulan pembiayaan di depan komite pembiayaan. Dimana
akan ditetapkan nya usulan pembiayaan yakni diterima atau ditolak, jika ditolak
berkas-berkas yang telah di masukkan kepada pihak bank akan dikembalikan
semuanya, namun jika diterima maka surat atau berkas akan langsung di
tandatangani pihak bank dan bank aakan memberi offering later yaitu dokumen
yang menyatakan komitmen bank akan memiayai usaha nasabah.
b.
Dokumentasi
Pada tahap ini merupakan
tahapan kedua yakni setelah pihak bank menetapkan pihak nasabah yang akan
diberikan pembiayaan. Adapun dokumentasi sebelum penandatanganan (memberikan
seluruh berkas yang telah disetujui pihak bank yakni akad pembiayaan, jaminan
dan dokumen pendukung lainnya), sedangkan dokumentasi sebelum pencairan dana
(memberikan surat permohnan realisasi pembiayaan, dan dokumen tambahan yang
disyaratkan offering later)
c.
Monitoring
Monitoring dibagi menjdi
2 yakni monitoring aktif ialah pihak bank mengunjungi langsung pihak nasabah
dan memberikan laporan kunjungan langsung kenasabah, sedangkan monitoring pasif
yakni melihat pembayaran yang dilakukan nasabah kepada bank tiap akhir tahun
mengadakan restrukturisasi (memperbarui struktur nasabah), rescheduling
(perpanjangan jangka waktu) dan reconditioning (pengurangan dan
perpanjangan jangka waktu dari dana yang dipinjam).[17]
4. Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
Pembiayaan
adalah suatu proses, mulai dari analisis kelayakan pembiayaan sampai pada
realisasinya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses
pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu
melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Aktivitas ini memiliki aspek
dan tujuan tertentu. Untuk
itu perlu dibicarakan hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan
pengawasan pembiayaan.[18]
a. Tujuan Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
a) Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan
menghidari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dalam
bank.
b) Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data
administrasi di bidang pembiayaan.
c) Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata
laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
d) Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi
dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.
b. Media Pemantauan
a) Informasi dari luar bank syariah
b) Informasi dari dalam bank syariah
c) Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit
pada beberapa bulan berjalan
d) Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi jika
ada kekeliruan yang lebih besar
e) Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang
dijanjikan terealisasi
f) Meneliti buku-buku pembantu/ tambahan dan map-map yang
berkaitan dengan peminjaman.[19]
5.
Tahap Keputusan Pembiayaan
Atas hasil laporan
analisis pembiayaan, maka pihak bank melalui pemutus pembiayaan, baik berupa
seorang pejabat yang ditunjuk atau pimpinan bank tersebut maupun berupa satu
komite dengan anggota lebih dari satu orang pejabat, masing-masing dapat
memutuskan apakah permohonan pembiayaan tersebut layak untuk diberi pembiayaan
atau tidak. Dalam hal tidak, maka permohonan tersebut harus segera ditolak,
surat penolakan biasanya secara tertulis dengan disertai beberapa alasan secara
diplomatis namun cukup jelas.
Andaikata permohonan
tersebut layak untuk dikabulkan maka segera pula dituangkan dalam surat
keputusan pembiayaan, biasanya disertai beberapa persyaratan tertentu. Adapun
surat tersebut berisi:[20]
a.
Nama dan Alamat perusahaan
b.
Nama dan Alamat pimpinan
c.
Jenis pembiayaan
d.
Tujuan kegunaan
e.
Tempo
f.
Cara penarikan dan Cara pengambilan
g.
Tingkat bunga
h.
Masa tenggang
i.
Jaminan dan syarat lainnya.
Di akhir surat tersebut
dicantumkan tandatangan dan nama jelas, keputusan pembiayaan dilengkapi tempat
dan tanggal penandatanganan.
Pemutus pembiayaan
adalah seorang pejabat bank atau komite yang khusus diberi wewenang untuk tugas
tersebut. Kewenangan memutus seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya,
tergantung tingkat jabatan, kedudukan dan pangkatnya. Untuk
pembiayaan-pembiayaan yang relatif besar, keputusan pembiayaan biasanya
dipegang oleh Pimpinan atau Direksi bank tersebut, bahkan mungkin diputus oleh
lebih dari satu orang pemutus yang meruupakan komite atau panitia pemutus,
termasuk disini kemungkinan melibatkan anggota komisaris dari bank tersebut.
Jadi prosedur penilaian
usulan pembiayaan yakni:[21]
a.
Mengajukan Permohonan
b.
Pihak bank akan megevaluasi tahap awal
c.
Survey lapangan
d.
Mengevaluasi tahap akhir
e.
Konfirmasi
f.
Akad kerjasama
g.
Realisasi Pembiayaan
h.
Monitoring
i.
Disvetasi
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian struktur pembiayaan secara
garis besar adalah upaya untuk mengatur suatu pembiayaan sehingga tujuan dan
jenis pembiayaan yang diberikan sesuai.
2. Adapun jenis-jenis aktiva perusahaan
diantaranya Aktiva tetap (Fixed Assets), Aktiva Lancar Permanen (Permanent
Current Assets) dan Aktiva Lancar Fluktuatif (Fluctuative Current Assets).
3. Tiga (3) Dasar Pemikiran Terkait dengan
Pemberian Pembiayaan kepada Nasabah, antara lain : Asset Convertion Cycle
(Asset Conversion Lending), Asset
Protection Lending, dan Cashflow Lending
4. Dalam melakukan
pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah
memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh
nasabahnya. Analisis
pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan di bank
syari’ah. Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana atau pejabat
pembiayaan di bank syari’ah. Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam
tentang keadaan usaha atau proyek pemohon pembiayaan.
B. Saran
Penulis berharap pembaca dapat mengerti dan memanfaatkan
informasi yang ada makalah ini untuk bekal karier di masa depan.
Penulis sadar bahwa dalam menyusun
makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dari para pembaca
sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah
ini. Penulis mohon maaf jika didalam penulisan makalah ini terdapat
kekurangan dan terdapat pula kata-kata yang tidak pantas.
[1]Muhammad.
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2005. Hlm 74
[2]Ibid. Hlm 74-75
[3] Ibid. Hlm 75
[4] Ibid. Hlm 77
[5] Ibid. Hlm 78
[6] Ibid. Hlm 78
[7] Ibid. Hlm 78
[8] Ibid. Hlm 78
[9]Ibid. Hlm:78
[10] Ibid. hlm:79
[11]Ibid. hlm:79
[12]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[13]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[14]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[15]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[16]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[17]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[18]https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/manajemen-pembiayaan-syariah/
[19]https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/manajemen-pembiayaan-syariah/
[20]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
[21]http://merlycp.blogspot.co.id/2015/06/prosedur-pemberian-pembiayaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar